Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pesan dari Film Pulau Plastik Menurut Dandhy Laksono, Singgung Tiga Hal Sekaligus

Kompas.com - 08/04/2021, 17:02 WIB
Melvina Tionardus,
Andika Aditia

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sutradara Dandhy Laksono membeberkan pesan dari film dokumenter tema lingkungan yang digarapnya dan akan tayang mulai 22 April, Pulau Plastik.

Film ini sendiri menampilkan kisah para aktivis lingkungan, Robi vokalis Navicula, Tiza Mafira, dan Prigi Arisandi bersama komunitas Kopernik yang diketuai Ewa Wojkowska dalam menangani sampah plastik di lingkungan sekitar.

Menurut Dandhy ada tiga level pesan yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat. Pertama, level individu yang terkait dengan perubahan perilaku, gaya hidup, dan segala macam bentuk konsumsi manusia.

"Di film bisa terlihat para karakter ini bagaimana mereka bekerja di level individu, tidak hanya ngomong advokasi, kampanye, penelitian, tapi mereka sendiri para pendakwah yang mengerjakan hal-hal yang mereka omongkan," kata Dandhy Laksono dalam konferensi pers virtual, Kamis (8/4/2021).

Baca juga: Sutradarai Pulau Plastik, Rahung Nasution: Seperti Sekolah Kembali

Lalu yang kedua di level kebijakan publik, seperti yang dikerjakan Tiza Mafira.

"Misalnya, perubahan kebijakan politik terkait dengan kebijakan plastik, kebijakan industri kemasan dan segala macam," ujar Dandhy.

Kemudian yang terakhir di level bisnis.

"Terkait dengan semua aktivitas ekonomi kita yang sekarang terus didorong untuk serba instan, produksi massal, produksi terpusat sehingga membutuhkan kemasan. Jadi sudah instan, corak produksi terpusat, distribusinya perlu kemasan yang tahan lama. Kalau ngomong tahan lama ya pasti plastik, jadi corak distribusi terpusat ini membuat semua barang produksi kita mengandalkan plastik," kata Dandhy.

Baca juga: Pulau Plastik Akan Tayang di Bioskop, Visinema Pictures Harap Jangkau Banyak Orang

Padahal, kata Dandhy, kalau corak produksi terdesenteralisasi mungkin tidak perlu pengiriman yang begitu jauh dan tidak perlu logistik sistem yang kompleks yang sampai membuat ketergantungan plastik.

Dandhy mencontohkan betapa banyaknya plastik kemasan yang kita pakai.

"Dan Indonesia tempat paling nyaman untuk berbisnis model begitu karena di luar negeri ada aturan yang lebih ketat. Kalau merilis botol plastik harus menyediakan collecting station, di Indonesia liberal banget," pungkasnya.

Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini


Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau