JAKARTA, KOMPAS.com - Persatuan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Indonesia (P3RSI) meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menunda Kenaikkan Tarif Air Bersih di rumah susun (rusun).
Hal ini mengingat kenaikannya sangat tinggi dan tanpa didahului sosialisasi kepada warga yang ditinggal di rusun.
Ketua Dewan Pengurus Pusat (DPP) P3RSI Adjit Lauhatta, kenaikkan tarif air bersih Perusahaan Air Minum (PAM) Jaya di rumah susun yang mencapai 71 persen sangat memberatkan.
Baca juga: Gratis Sewa Rusun Setahun Bagi 98 KK Warga Kolong Jembatan Pasopati
Ia menyesali sikap Pemprov DKI Jakarta dan PAM Jaya yang tidak peka terhadap kondisi kehidupan di rumah susun yang sebagian besar adalah kalangan menengah dan masyarakat berpenghasilan rendah.
Tarif baru layanan air bersih PAM Jaya dinilai sangat memberatkan. Dalam tabel layanan baru, rusun ditempatkan sebagai apartemen yaitu hunian yang setara dengan gedung bertingkat tinggi komersial, kondominium, dan pusat perbelanjaan.
"Tarifnya sebesar Rp 21.500 per meter kubik,” kata Adjit dalam acara Press Conference Talk Show P3RSI, Kamis (6/2/2025) di Hotel Bidakara Jakarta.
Adjit mengatakan, masalah utama dalam tarif baru ini adalah penetapan golongan apartemen/rusun yang disamakan dengan gedung bertingkat tinggi komersial, kondominium, dan pusat perbelanjaan. Padahal fungsi dan peruntukannya berbeda.
”Apartemen atau rusun adalah hunian. Sedangkan lainnya untuk komersial. Jadi tidak adil kalau kami disamakan dengan perkantoran dan pusat perdagangan. Kami pun bayar air bersih lebih mahal dibandingkan rumah tipe besar yang ada di Pondok Indah,” jelasnya.
Atas hal tersebut, menurut Adjit, P3RSI mengusulkan sebaiknya dalam aturan, kata apartemen di rincian jenis pelanggan gedung bertingkat tinggi komersial/apartemen/kondominium/pusat perbelanjaan, dihilangkan.
Baca juga: Usulkan Inpres Air Bersih dan Limbah, Cara Dody Dukung 3 Juta Rumah
Selanjutnya, gedung bertingkat yang fungsi dan peruntukannya sebagai hunian lebih tepat digolongkan sebagai rumah susun menengah dan mewah.
Adjit juga menekankan, akibat kenaikkan tarif air bersih ini, beban yang ditanggung pemilik dan penghuni rumah susun makin berat dengan kenaikan tarif air bersih dari Rp 12.550 menjadi Rp 21.500.
Padahal, PPPSRS dalam hal ini warga rumah susun masih menanggung perawatan instalasi air bersih di gedungnya yang mencapai miliaran rupiah setiap tahunnya.
”Sangat ironis. Kalau pemerintah mendorong kalangan dan MBR tinggal di rusun. Tapi tapi setelah tinggal kok kami malah dikenakan tarif air bersih paling tinggi. Harusnya Pemprov DKI dan PAM Jaya peka dengan situasi ekonomi saat ini,” tukas Adjit.
DPP P3RSI sendiri telah melakukan berbagai upaya, agar PAM Jaya menunda dan mengkaji ulang kenaikan tarif air bersih dan penggolongan pelanggan rusun di DKI Jakarta.
Upaya-upaya P3RSI antara lain: melakukan audiensi dengan pihak PAM Jaya, lalu ditindaklanjuti dengan beberapa pertemuan. Namun hasilnya belum memuaskan warga rusun. Pihak PAM Jaya tetap bersikeras dengan keputusannya.
Selain itu P3RSI juga menemui Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI), membuat laporan masyarakat ke Balai Kota DKI Jakarta, bersurat ke Ketua DPRD DKI Jakarta, semua Fraksi di DPRD DKI Jakarta, serta bersurat ke Pj. Gubernur DKI Jakarta.
”Kebijakan ini kami minta dapat ditunda untuk didiskusikan dulu dengan para pemangku kepentingan, agar tidak ada kegaduhan di tengah masyarakat. Kalau ini tak didengarkan juga, warga rusun siap melakukan unjuk rasa, hingga tuntutan kami didengar,” pungkas Adjit.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di siniArtikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya