KOMPAS.com - Perjalanan kasus korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015-2022 hingga saat ini masih bergulir.
Terbaru, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menyerahkan dua tersangka, Harvey Moeis dan Helena Lim beserta barang bukti ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan, Senin (22/7/2024) untuk disidang.
Dengan penyerahan Harvey dan Helena, maka saat ini total ada 18 tersangka yang telah dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari.
Sementara, empat tersangka lain belum diserahkan lantaran masih dalam proses penyidikan.
Dikutip dari Kompas.com, Senin, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar mengungkapkan para tersangka akan mulai disidang dalam waktu dekat.
Lantas, bagaimana perjalanan kasus korupsi timah yang menyeret Harvey Moeis tersebut?
Baca juga: Deretan Barang Mewah Bukti Korupsi Timah Milik Harvey Moeis dan Helena Lim yang Disita Kejaksaan
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedena mengungkapkan, kasus korupsi timah berawal dari tiga direksi PT Timah Tbk yang diduga menyadari penghasilan bijih timah mereka lebih sedikit dibandingkan dengan perusahaan swasta lain.
Hal itu karena maraknya penambang liar di wilayah IUP PT Timah Tbk yang berada di Provinsi Bangka Belitung.
Ketiga direktur PT Timah Tbk tersebut, yaitu Mochtar Riza Pahlevi Tabrani selaku Direktur Utama 2016-2021, Emil Ermindra Direktur Keuangan 2017-2018, dan Alwin Akbar Direktur Operasional tahun 2017, 2018, dan 2021.
Mengetahui menjamurnya penambang ilegal, bukannya menindak, mereka justru mengajak untuk bekerja sama.
Para direksi itu menawarkan membeli hasil penambang ilegal dengan tarif di atas harga standar yang telah ditetapkan PT Timah Tbk.
"Untuk mengakomodasi penambang ilegal tersebut, tersangka ALW bersama MRPT dan tersangka EE menyetujui membuat perjanjian seolah-olah terdapat kerja sama sewa-menyewa peralatan processing peleburan timah," ujar Ketut, dikutip dari Kompas.id (8/3/2024).
Baca juga: Profil PT Timah, Anak Perusahaan BUMN yang Terseret Korupsi Ratusan Triliun Rupiah
Kejagung mulai mengusut kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah di IUP PT Timah Tbk pada 2023.
Diberitakan Kompas.com (17/10/2023), tim penyidik Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) melakukan penggeledahan di beberapa lokasi di wilayah Bangka Belitung.
"Telah melakukan serangkaian penggeledahan dan penyitaan di tiga lokasi," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Ketut Sumedena.
Tiga lokasi tersebut merupakan rumah tinggal. Dari penggeledahan, Ketut mengungkapkan penyidik memperoleh beberapa dokumen dan barang bukti elektronik.
Penggeledahan terus dilakukan Jampidsus hingga 6 Desember 2023. Ketut menyita sejumlah barang bukti baru yang diduga kuat berkaitan dengan tindak kejahatan.
Barang bukti tersebut di antaranya 65 keping emas logam mulia dengan total berat 1.062 gram. Kemudian uang tunai senilai Rp 76 milliar, 1.547.300 dolar AS atau setara Rp 24 miliar, dan 411.400 dolar Singapura atau Rp 4,7 milliar.
Barang itu ditemukan usai Jampidsus menggeledah tujuh kantor perusahaan, yakni PT SB, CV VIP, PT SIP, PT TIN, CV BS, dan CV Mal.
Baca juga: Capai Rp 271 Triliun, Berikut Rincian Penghitungan Kasus Korupsi Timah di Bangka Belitung
Dilansir dari Kompas.com (30/1/2024), Kejagung menangkap TT sebagai tersangka pertama atas dugaan obstruction of justice lantaran berupaya menghalangi penyidik saat hendak melakukan penggeledahan pada Januari 2024.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Kuntadi menyebut, TT menyembunyikan beberapa dokumen yang dibutuhkan, sengaja tidak memberikan keterangan atau memberikan kesaksian palsu, dan diduga kuat menghilangkan barang bukti elektonik.
Penangkapan tersangka terus berlanjut. Hingga awal Maret, Kejagung berhasil menangkap sebanyak 14 orang setelah memeriksa 130 saksi. Tiga di antaranya termasuk mantan direksi PT Timah Tbk.
Tak berselang lama, Kejagung menetapkan Manager PT QSE sekaligus "crazy rich" Pantai Indah Kapuk (PIK) Helena Lim sebagai tersangka pada 26 Maret 2024.
Sementara, Harvey Moeis ditangkap keesokan harinya usai Kejagung menemukan adanya keterlibatan Harvey dalam kasus korupsi timah.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Kuntadi mengatakan, posisi Harvey dalam kasus ini merupakan perwakilan dari PT Refined Bangka Tim (RBT).
Harvey bersama Mochtar Riza Pahlevi Tabrasi sepakat mengakomodasi pertambangan ilegal dengan cara menutupinya melalui sewa-menyewa peralatan processing peleburan timah.
"Selanjutnya tersangka HM ini menghubungi beberapa smelter, yaitu PT SIP, V VIP, PT SPS, dan PT TIN untuk ikut serta dalam kegiatan yang dimaksud," tambah Kuntadi, dikutip dari Kompas.com (28/3/2024).
Tak sampai disitu, Harvey juga meminta para pihak smelter menyisihkan sebagian keuntungan yang dihasilkan untuk diserahkan kepada dia dan tersangka lainnya.
Pembayaran imbalan berkedok dana Corporate Social Responsibility (CSR) itu lalu dikelola oleh Helena Lim selaku manajer PT QSE.
Baca juga: Sosok dan Sumber Kekayaan Harvey Moeis, Tersangka Korupsi Timah Ilegal