KOMPAS.com - Saat masih muda, Paus Benediktus XVI yang memiliki nama asli Joseph Ratzinger pernah mengikut wajib militer di Jerman.
Ratzinger muda tumbuh di desa kecil Traunstein, di bagian Jerman selatan, pada saat Nazi mendominasi negara tersebut.
Saat itu, Jerman berada di bawah kuasa Partai Nazi yang dipimpin Adolf Hitler. Dia dan saudaranya Georg Ratzinger, sama-sama bercita-cita menjadi seminaris.
Namun, keinginan keduanya untuk membaktikan diri pada Tuhan dan menjadi pendeta justru dicemooh Nazi.
Baca juga: Bagaimana Proses Seleksi Garda Swiss yang Disumpah Setia Lindungi Paus?
Ejekan dan hinaan tersebut datang ketika seorang perekrut pasukan paramiliter milik Nazi, Waffen SS mengumpulkan Ratzinger dan tentara lainnya ke pertemuan perekrutan.
Pada bulan-bulan terakhir perang, Joseph Ratzinger melakukan desersi atau keluar dari kesatuan militernya. Tindakan tersebut dapat berujung hukuman mati.
Keluarga Ratzinger adalah anti-Nazi. Ayahnya, seorang polisi. Mereka juga berlangganan surat kabar anti-Nazi yang editornya, Fritz Gerlich, dibunuh oleh Nazi.
Sepupu Ratzinger berusia 14 tahun yang menderita down syndrome dibawa pergi oleh Nazi dan segera meninggal.
Kemungkinan, saudaranya tersebut telah dibunuh dalam kampanye tidak manusiawi Nazi terhadap orang-orang yang dianggap berkebutuhan khusus.
Joseph Ratzinger muda menentang kegiatan wajib Pemuda Hitler dan berhasil menghindari beberapa hal, seperti yang kemudian ia ceritakan dalam memoarnya “Milestones.”
Kakak perempuannya juga menolak menjadi guru, karena dipaksa untuk mengajarkan kurikulum ramah Nazi.
Selama kunjungannya pada bulan April 2008 ke Seminari St. Joseph di Yonkers, New York, Benediktus menyebut Nazi, “rezim jahat yang mengira mereka punya semua jawabannya.”
Baca juga: Kisah Paus Fransiskus Tepergok Mengunjungi Toko Musik di Malam Hari
“Pengaruhnya semakin besar–menyusup ke sekolah-sekolah dan badan-badan sipil, serta politik dan bahkan agama–sebelum mereka benar-benar menyadari betapa besarnya monster tersebut,” kata Ratzinger.
“Ia mengusir Tuhan dan dengan demikian menjadi kebal terhadap apa pun yang benar dan baik,” ujat dia.
Meskipun Nazisme telah dikalahkan, ia memperingatkan para pendengarnya bahwa masih ada, “kekuatan untuk menghancurkan.”