Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Aris Marfai
Kepala Badan Informasi Geospasial

Professor Geografi

Starlink dan Data Spasial dalam Penanggulangan Bencana

Kompas.com - 18/10/2024, 08:06 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

INDONESIA merupakan salah satu negara yang mempunyai aktivitas tektonik dan vulkanik tertinggi di dunia.

Hal tersebut tidak terlepas dari letak geografis Indonesia yang berada di Cincin Api Pasifik (Pacific Ring of Fire), di mana wilayahnya berada di pertemuan lempeng benua, yaitu lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia dan lempeng Pasifik.

Aktivitas tektonik dan vulkanik dapat menimbulkan gempa bumi. Sebagian gempa bumi, terutama yang terjadi di lautan, dapat menimbulkan potensi tsunami.

Banyak catatan sejarah tentang bencana tsunami di berbagai kawasan pesisir di Indonesia, sebagai contoh tsunami Flores 1992, Banyuwangi 1994, Aceh 2004, Pangandaran 2006, dan Palu 2018.

Oleh karena itu, sistem mitigasi dan penanggulangan bencana yang efektif sangat diperlukan untuk mengurangi risiko dan dampak dari berbagai kejadian bencana alam.

Salah satu teknologi yang berkembang pesat dan berpotensi mendukung penanggulangan bencana di Indonesia adalah ketersediaan data dan informasi geospasial skala detail dan up to date.

Data dan informasi geospasial selalu berhubungan dengan lokasi dan bentuk fisik suatu objek di permukaan Bumi.

Dalam konteks penanggulangan bencana, data dan informasi geospasial dapat mencakup peta bahaya, yaitu peta yang menunjukkan area yang berpotensi terkena bencana tertentu, seperti peta zona bahaya gempa, peta bahaya tsunami, dan lain sebagainya.

Data geospasial dasar berupa data pasang surut, data referensi dari stasiun CORS (continuously operating reference stations), peta kedalaman dasar laut (batimetri), dan peta garis pantai sangat penting dalam analisis bencana tsunami.

Integrasi geospasial dasar dengan data distribusi populasi dan infrastruktur secara keruangan dapat digunakan untuk mengetahui jumlah populasi yang mungkin terdampak, serta kondisi infrastruktur yang mungkin terpengaruh, seperti jembatan, jalan, dan fasilitas kesehatan.

Dengan adanya data spasial akurat dan terbaru, pihak berwenang dapat memprediksi risiko dan dampak bencana, merencanakan evakuasi, serta memobilisasi bantuan dengan lebih efisien.

Data geospasial dasar idealnya dapat diakses secara real-time, terutama di daerah yang terdampak bencana.

Namun, tantangannya adalah masih terdapat berbagai lokasi di pelosok dan terpencil yang tidak dapat mengakses data secara real-time karena fasilitas internet yang tidak memadai.

Indonesia, dengan lebih dari 17.000 pulau dan banyak daerah terpencil, sering menghadapi tantangan dalam menyediakan layanan internet yang andal.

Infrastruktur telekomunikasi di wilayah-wilayah tersebut sering kali minim atau bahkan tidak ada. Dalam situasi bencana, jaringan komunikasi di wilayah terdampak sering kali terputus, menghambat upaya penyaluran informasi dan koordinasi bantuan.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau