Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bisakah Gibran Dimakzulkan? Ini Penjelasan Pakar Hukum dan Politik

Kompas.com - 08/06/2025, 18:30 WIB
Muhammad Iqbal Amar,
Irawan Sapto Adhi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Isu pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka kembali mencuat setelah Forum Purnawirawan TNI mengirim surat resmi kepada DPR dan MPR pada 26 Mei 2025. 

Surat yang ditandatangani oleh empat purnawirawan jenderal TNI Laksamana (Purn) Slamet Soebijanto, Jenderal (Purn) Fachrul Razi, Jenderal (Purn) Tyasno Soedarto, dan Marsekal (Purn) Hanafie Asnan, meminta agar proses pemakzulan Gibran segera dimulai.

Sejumlah fraksi di parlemen merespons surat tersebut dengan sikap terbuka. 

Namun, mereka juga mengakui bahwa menjalankan proses pemakzulan bukanlah perkara mudah dan membutuhkan tahapan politik yang kompleks.

Lantas, kata kata pakar soal kemungkinan pemakzulan Gibran?

Baca juga: 5 Fakta soal Tuntutan Pemakzulan Wapres Gibran

Pemakzulan Gibran bisa terjadi jika...

Pakar Ilmu Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menjelaskan pemakzulan presiden dan/atau wakil presiden merupakan mekanisme konstitusional dalam sistem pemerintahan presidensial untuk memberhentikan kepala negara sebelum masa jabatannya berakhir. 

"Berdasarkan UUD 1945, pemakzulan dapat dilakukan jika presiden atau wakil presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum seperti pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, serta jika tidak lagi memenuhi syarat jabatan," terangnya, kepada Kompas.com, Minggu (8/6/2025).

Artinya, menurut Abdul, pemakzulan terhadap Gibran bisa saja terjadi, asalkan terdapat bukti kuat bahwa ia telah melakukan salah satu pelanggaran hukum tersebut.

Baca juga: Respons Jokowi, Prabowo, dan Luhut soal Pemakzulan Gibran, Apa Kata Mereka?

Argumentasi pemakzulan Gibran

Forum Purnawirawan TNI menyebut bahwa langkah pemakzulan memiliki dasar konstitusional yang kuat, merujuk pada Pasal 7A dan 7B UUD 1945, TAP MPR Nomor XI Tahun 1998, serta sejumlah undang-undang terkait Mahkamah Konstitusi dan kekuasaan kehakiman.

Mereka menyoroti bahwa pencalonan Gibran sebagai wakil presiden berasal dari Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023, yang mereka anggap cacat hukum.

Selain aspek hukum, forum juga mempertanyakan kapasitas Gibran yang dinilai minim pengalaman karena baru dua tahun menjabat Wali Kota Solo, serta meragukan latar belakang pendidikannya. 

Surat itu turut menyinggung dugaan pelanggaran etika dan keterlibatan dalam praktik KKN bersama sang adik, Kaesang Pangarep, serta menyebut kontroversi akun media sosial bernama “fufufafa.”

"Dengan dasar tersebut, jawabannya tidak sederhana, karena proses pemakzulan diatur ketat dalam konstitusi dan memerlukan pembuktian hukum serta dukungan politik yang kuat," terang Abdul Hadjar.

Baca juga: Tuntutan Pencopotan Wakil Presiden Gibran, Pengamat: Tak Bisa Sembarangan!

Pemakzulan Gibran masih lemah secara hukum dan politik

Menurut Abdul Hadjar, permintaan pemakzulan Gibran yang diajukan para purnawirawan TNI lebih menekankan pada aspek politis-administratif, bukan pelanggaran hukum yang memerlukan putusan pengadilan tetap. 

Terkait syarat usia, kata dia, selama Putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023 belum dibatalkan secara resmi oleh undang-undang atau putusan MK baru, dasar hukum untuk pemakzulan masih lemah. 

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau