KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) kembali mengusut dugaan pelanggaran HAM berat dalam kasus pembunuhan Munir Said Thalib pada 2004.
Munir adalah aktivis HAM yang meninggal dunia dalam penerbangan Garuda Indonesia GA 974 rute Jakarta-Amsterdam, Belanda untuk melanjutkan studinya.
Komnas HAM kembali menyelidiki kasus Munir untuk menggolongkannya dalam kasus pelanggaran HAM berat ataupun tidak.
Lulusan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya tersebut diketahui pernah menjabat sebagai Dewan KontraS, serta penasihat hukum dari korban dan keluarga korban penghilangan paksa 24 aktivis politik dan mahasiswa di Jakarta 1997-1998.
Selain itu, Munir juga menjadi penasihat hukum korban tragedi Tanjung Priok 1984 dan menangani kasus pembunuhan Marsinah pada 1994.
Lantas, bagaimana kronologi pembunuhan Munir?
Baca juga: Tanda Keracunan Arsenik yang Membunuh Munir di Udara 20 Tahun Lalu
Dilansir dari Kompas.com (7/9/2021), Munir berangkat dari Jakarta menuju Amsterdam, Belanda dengan penerbangan GA-974 pada Senin, 6 September 2004 pukul 21.55.
Saat itu, pesawat sempat transit di Bandara Changi, Singapura.
Ketika perjalanan menuju Amsterdam berlanjut, Munir mengalami sakit perut secara tiba-tiba setelah menenggak segelas jus jeruk.
Aktivis tersebut sempat diduga sakit sebelum meninggal dunia pada pukul 08.10 waktu setempat, dua jam sebelum pesawat mendarat di Bandara Schiphol, Amsterdam.
Sebab, menurut beberapa kesaksian, Munir tampak beberapa kali ke toilet dan terlihat seperti orang sakit.
Dia pun mendapat pertolongan dari penumpang lain yang berprofesi sebagai dokter dengan dipindahkan ke bangku sebelahnya.
Tak lama kemudian, Munir dinyatakan meninggal pada ketinggian 40.000 kaki di atas tanah Rumania. Setelah itu, investigasi dilakukan ketika pesawat mendarat.
Baca juga: Mengenang Munir dan Misteri Kematiannya akibat Diracun di Pesawat 20 Tahun Lalu
Para penumpang menjalani pemeriksaan selama 20 menit dan baru diperbolehkan turun setelahnya.
Jenazah Munir kemudian diturunkan dalam pengurusan otoritas bandara, menjalani otopsi, dan dimakamkan di kota kelahirannya, Batu, Malang pada 12 September 2004.