PERKEBUNAN Indonesia adalah cermin kekuatan dan ketahanan bangsa dalam mengelola kekayaan alamnya.
Sawit, karet, kopi, kakao, dan teh bukan hanya komoditas ekspor, tetapi juga sumber kesejahteraan jutaan keluarga petani.
Kelapa sawit, sebagai primadona, terus menunjukkan peran strategisnya. Pada 2024, produksi minyak sawit mentah (CPO) mencapai 48,16 juta ton, ditambah minyak inti sawit (PKO) 4,60 juta ton, sehingga total produksi mencapai 52,76 juta ton.
Meski ada penurunan sekitar 3,8 persen dibanding 2023, konsumsi domestik justru melonjak ke 23,86 juta ton, didorong peningkatan pemanfaatan biodiesel yang mencapai 11,45 juta ton, atau naik 7,5 persen dari tahun sebelumnya.
Tren ini menegaskan bahwa perkebunan tidak hanya menjadi tulang punggung ekspor, tetapi juga penggerak ekonomi hijau di dalam negeri.
Dinamika ini membuka peluang besar menuju masa depan yang lebih berkelanjutan. Proyeksi 2025 menunjukkan konsumsi domestik terus menguat, mencapai 26,1 juta ton, termasuk 13,6 juta ton untuk mendukung implementasi biodiesel B40.
Baca juga: Saatnya Perkebunan Naik Kelas: Ekspor Olahan, Bukan Sekadar Mentah
Meski ekspor turun dari 32,22 juta ton pada 2023 menjadi 29,54 juta ton di 2024, dan diperkirakan sekitar 27,5 juta ton pada 2025, tren ini menegaskan perubahan arah industri.
Pasar domestik kini menjadi jangkar utama pertumbuhan sektor sawit, mendorong transformasi industri ke arah yang lebih inklusif, berwawasan lingkungan, dan tangguh menghadapi dinamika global.
Produksi sawit Indonesia pada 2025/2026 diperkirakan naik 3 persen menjadi 47 juta ton, seiring kondisi cuaca yang lebih normal dan turunnya harga pupuk global hingga 59 persen sejak 2022.
Konsumsi domestik diproyeksikan berada pada angka 22,6 juta ton, dengan 14,9 juta ton terserap untuk industri biodiesel dan oleokimia.
Ekspor diperkirakan stabil di kisaran 24 juta ton, sementara stok akhir naik 8 persen menjadi 5,3 juta ton.
Gambaran ini memperlihatkan keseimbangan baru antara konsumsi domestik yang kian meningkat, ekspor relatif stagnan, dan stok yang harus dikelola agar tidak menimbulkan gejolak harga.
Namun, di balik proyeksi ini, masalah mendasar muncul. Banyak petani berusia lanjut tidak memiliki penerus, sementara anak-anak mereka enggan melanjutkan usaha sawit.
Kondisi ini menimbulkan ancaman stagnasi. Jika replanting tidak dipercepat, produksi sawit Indonesia pada 2045 bisa merosot hingga 44 juta ton.
Sebaliknya, bila program ini berhasil, produksi berpeluang melonjak sampai 83 juta ton. Perbedaan yang sangat besar ini menunjukkan betapa krusialnya replanting dalam menentukan arah masa depan.
Baca juga: Menembus Pasar Premium Organik