BANDUNG, KOMPAS.com - Di tengah hiruk-pikuk Kabupaten Bandung, seorang pria paruh baya bernama Andi Prasetyo (38) sibuk merapikan etalase kecil berisi kerajinan tangan dari daur ulang bahan bekas menjadi benda bernilai ekonomi. Senyumnya tipis, tapi matanya berkilat, menandakan semangat yang tak pernah padam.
Tak banyak yang tahu, di balik ketekunan itu tersimpan kisah panjang tentang pertarungan melawan candu narkoba yang hampir merenggut segalanya.
“Awalnya hanya coba-coba, ikut teman. Tapi lama-lama saya kehilangan kendali,” ujar Andi dengan suara pelan saat ditemui di kiosnya di Jalan Raya Katapang, Kabupaten Bandung, Kamis (23/10/2025).
Lebih dari satu dekade ia hidup dalam lingkaran gelap. Tubuhnya kurus, keluarga menjauh, dan masyarakat memandangnya dengan curiga.
Baca juga: BNN Luncurkan Toko Online Produk Kerajinan Mantan Pecandu Narkoba
“Saya pernah dianggap aib, orang tua malu punya anak seperti saya. Tetangga pun menjauh,” kenangnya.
Di masa terpuruk itu, Andi sempat tidur di emperan toko, ditemani rasa sesal yang menumpuk. Namun secercah cahaya datang dari ibunya yang tak pernah berhenti berdoa.
“Saya masih ingat, ibu memeluk saya dengan tubuhnya yang ringkih, berkata: ‘Jang, lamun maneh maot, saha nu rek nulungan deui?’ (Nak, kalau kamu mati, siapa lagi yang akan menolong dirimu?),” tuturnya dengan suara bergetar.
Ucapan sang ibu menjadi titik balik. Ia memutuskan masuk rehabilitasi, meski penuh penolakan di awal. Minggu-minggu pertama terasa berat, tubuhnya sakau dan pikirannya kacau.
“Saya meronta, menangis, bahkan memukul tembok. Tapi perlahan, tubuh saya belajar berdamai,” katanya.
Baca juga: Sinopsis Burnt, Kisah Mantan Pecandu Narkoba yang Menjadi Chef
Di pusat rehabilitasi, Andi menemukan kekuatan baru lewat dukungan sesama penghuni. Ia menyadari bahwa sembuh bukan hanya lepas dari zat, tetapi juga menerima diri dengan segala rapuhnya.
Keluar dari rehabilitasi, ia kembali menghadapi tantangan besar: stigma masyarakat.
“Orang masih sering bilang, ‘Oh, itu mantan pecandu’. Seolah-olah saya selamanya akan dicap begitu. Itu berat,” ujarnya.
Namun Andi memilih bertahan. Ia mulai bekerja serabutan, menjual makanan kecil, hingga akhirnya belajar membuat kerajinan tangan dari bahan bekas.
Pelan-pelan, ia bangkit dan membuktikan bahwa dirinya bisa produktif tanpa narkoba. Kini, warung kecilnya bukan hanya tempat mencari nafkah, tetapi simbol kemenangan atas diri sendiri.
“Setiap kali saya berhasil menjual satu barang, rasanya seperti mengalahkan satu monster yang dulu pernah menguasai saya,” ujarnya sambil tersenyum.