KOMPAS.com - Sudah lebih dari sembilan bulan Patrick Kluivert menukangi Timnas Indonesia. Sejak resmi ditunjuk sebagai pelatih timnas pada Januari 2025. Legenda sepak bola Belanda itu datang membawa reputasi besar dan harapan yang bahkan lebih besar lagi.
Namun ,harapan itu jatuh ke bumi setelah kegagalan Timnas Indonesia di putaran keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia. Publik pun menuntut satu hal yang sama, yaitu evaluasi.
Harapan tinggi yang semula menyelimuti kedatangannya, berubah menjadi kekecewaan yang sulit dibendung.
Dua kekalahan beruntun timnas Indonesia dari Arab Saudi (2-3) dan Irak (0-1) dengan cara bermain yang jauh dari harapan, menjadi akhir antiklimaks dari petualangan Timnas Indonesia di Kualifikasi Piala Dunia 2026.
Baca juga: Jurnalis Senior Sebut PSSI Harus Punya Kekuatan Lobi di AFC
Padahal, federasi dan masyarakat sempat menaruh keyakinan, ia akan mampu mengantarkan Indonesia menembus batas sejarah.
Patrick Kluivert tidak datang dengan tangan kosong. Ia membawa pengalaman panjang dari dunia sepak bola Eropa walau sebagai pemain. Visinya adalah membangun tim nasional yang modern, terorganisasi, dan berkarakter kuat.
Namun, waktu menjadi tantangan terbesar dalam hitungan bulan. Ia harus memahami kultur sepak bola Indonesia yang penuh dinamika, emosi, dan semangat kebangsaan.
Sembari menyesuaikan diri dengan karakter pemain lokal dan diaspora yang kini membanjiri skuad Garuda.
Untuk itu pengamat sepak bola nasional Weshley Hutagalung mengatakan reaksi publik terhadap hasil buruk timnas Indonesia merupakan sesuatu yang tidak bisa dihindari.
Baca juga: Pengamat Soroti Dominasi Arab di AFC dan Lemahnya Lobi Indonesia di Level Asia
“Wajar reaksi kekecewaan itu diluapkan dengan memunculkan keinginan pergantian pelatih timnas Indonesia,” tutur pengamat yang biasa disapa Bung Wesh kepada Kompas.com.
"Harapan untuk melihat Tim Garuda berlaga di Piala Dunia 2026 sangat tinggi melihat perjalanan, proses, dan perkembangan tim sejak kualifikasi I melawan Brunei."
Kekecewaan ini tentu datang karena ekspektasi masyarakat sudah terbangun sejak era kepelatihan Shin Tae-yong, yang sukses membawa Indonesia melangkah hingga ke babak ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia untuk pertama kalinya.
“Apalagi, pembanding keputusan federasi tentulah terkait hasil. Ketika Shin Tae-yong dipecat setelah menghidupkan peluang Indonesia bertahan di kualifikasi PD lewat kemenangan 2-0 atas Arab Saudi, tidakkah hal sama lebih panas berlaku pada Patrick Kluivert?” tutur mantan Pemimpin Redaksi Tabloid BOLA itu melanjutkan.
Bagi Patrick Kluivert, tantangan utama bukan hanya soal hasil pertandingan.
Ia dihadapkan pada transisi besar di tubuh timnas, antara generasi pemain lokal yang sudah terbentuk dengan masuknya pemain diaspora yang membawa gaya dan ritme berbeda di tengah jadwal krusial Kualifikasi Piala Dunia.