KOMPAS.com - Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menegaskan bahwa imunisasi bukan hanya soal medis, melainkan juga berkaitan dengan keimanan, nilai, serta kemaslahatan umat.
Oleh karena itu, ilmu medis dan iman harus disinergikan dalam upaya imunisasi demi menjaga anak sebagai amanah dari Tuhan.
Hal ini disampaikan oleh Ketua IDAI, dr. Piprim Basarah Yanuarso, dalam webinar bertajuk Imunisasi dalam Perspektif Islam untuk Kesejahteraan Masyarakat, seperti ditulis oleh Antara pada Rabu (9/4/2025).
Piprim mengatakan bahwa tenaga kesehatan (nakes) yang pro-imunisasi sering kali dianggap sebagai agen farmasi atau agen asing, yang seringkali lebih dipercaya daripada tenaga ahli medis itu sendiri.
"Nakes, penegak kesehatan yang pro-imunisasi, sering dianggap agen dari farmasi, agen dari asing. (Orang) lebih percaya terhadap hoaks daripada tenaga ahli. Tidak ada atau kurangnya jembatan antara ilmu medis dengan ilmu agama atau ilmu fikih, ilmu syariah, sehingga perlu pendekatan yang lebih mengedepankan adab dan keadilan," kata Piprim.
Baca juga: Vaksinasi Ibu Hamil: Langkah Penting untuk Menjaga Kesehatan Bayi
Menurutnya, tantangan dalam menggalakkan imunisasi cukup besar.
Salah satunya adalah adanya anggapan bahwa semakin religius sebuah daerah, maka semakin tinggi pula penolakan terhadap vaksin.
Hal ini sering kali disebabkan oleh keresahan terkait landasan hukum vaksin dalam Islam, serta perdebatan mengenai kehalalan dan kesucian proses vaksinasi.
Selain itu, berkembangnya hoaks dan informasi salah terkait imunisasi yang tersebar melalui media sosial dan grup WhatsApp semakin memperburuk situasi ini.
Piprim menambahkan bahwa edukasi yang empatik kepada masyarakat sangat diperlukan agar imunisasi bisa lebih diterima.
Publik yang tidak melakukan imunisasi seperti itu tidak seharusnya dimusuhi atau dijauhi, melainkan diedukasi tentang pentingnya vaksin dengan penuh kasih sayang dan empati.
Baca juga: PAPDI Serukan Vaksinasi RSV untuk Lansia dan Penderita Penyakit Kronis di 2025
Lebih lanjut, Piprim menjelaskan bahwa Islam mendukung segala bentuk ikhtiar untuk menjaga kesehatan, termasuk imunisasi.
Menjaga jiwa adalah salah satu tujuan utama syariah atau maqasid al-syariah. Imunisasi, menurutnya, merupakan bentuk perlindungan terhadap nyawa, terutama anak-anak.
"Islam itu mendukung ikhtiar kesehatan. Menjaga jiwa adalah salah satu tujuan utama syariah atau maqasid al-syariah. Imunisasi itu bentuk perlindungan terhadap nyawa, terutama anak-anak," kata Piprim.
Ia juga menegaskan bahwa Islam tidak menolak ilmu pengetahuan, tetapi justru mendukung upaya menjaga kehidupan.
Bahkan, dalam konteks kesehatan, berobat adalah sebuah perintah, karena Tuhan tidak menurunkan penyakit tanpa menurunkan pula obatnya.
Baca juga: Ibu Hamil Rentan Terkena Influenza, Vaksinasi Jadi Solusi Perlindungan
Piprim juga menyoroti bahwa Islam sangat memperhatikan konteks, termasuk dalam situasi darurat.
Dalam kasus gawat darurat, Islam bersifat fleksibel dan realistis, serta memprioritaskan kemaslahatan umat. Hal ini tercermin dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengenai vaksin.
"Kalau darurat tidak ada vaksin yang dapat label halal, itu boleh digunakan vaksin dengan unsur haram," jelasnya.
Melalui imunisasi, anak-anak dapat dilindungi dari berbagai penyakit yang dapat dicegah, yang berisiko menyebabkan kecacatan permanen, kematian, atau bahkan berpotensi menjadi wabah.
Piprim berharap, dengan pendekatan yang bijaksana, masyarakat dapat lebih memahami pentingnya imunisasi demi kesehatan dan kesejahteraan anak-anak.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang