KOMPAS.com – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan lonjakan signifikan kasus suspek chikungunya pada 2025 dibandingkan periode yang sama di 2023 dan 2024.
Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes, Aji Muhawarman, mengatakan kenaikan ini selaras dengan pola musim hujan di Indonesia, yang kerap memicu peningkatan penularan penyakit tular vektor.
"Hal ini sejalan dengan pola musim penghujan di Indonesia sehingga perlu diwaspadai adanya kenaikan kasus pada minggu mendatang. Meskipun begitu, saat ini tren menunjukkan penurunan dalam dua bulan terakhir," ujar Aji, seperti dikutip dari Antara, Senin (11/8/2025).
Baca juga: Waspada Chikungunya: Wabah Merebak di China, WHO Peringatkan Ancaman Global
Data Kemenkes mencatat lima provinsi dengan jumlah kasus suspek chikungunya tertinggi pada tahun ini.
Jawa Barat berada di urutan pertama dengan 6.674 kasus. Disusul Jawa Tengah (3.388), Jawa Timur (2.903), Sumatera Utara (1.074), dan Banten (838).
Chikungunya merupakan penyakit tropis yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus.
Orang yang terinfeksi umumnya mengalami demam, tubuh lemas, serta nyeri sendi dan tulang yang dapat berlangsung lama, bahkan hingga berbulan-bulan atau bertahun-tahun.
Meski demikian, sebagian kasus bisa tanpa gejala. Kondisi ini dapat menimbulkan kerugian kesehatan maupun ekonomi, terutama jika penderitanya kehilangan produktivitas dalam jangka panjang.
Baca juga: Virus DBD Hanya Ditularkan Nyamuk, Tapi Risiko Kematian Meningkat Jika Salah Deteksi
Aji menjelaskan hingga kini belum tersedia antivirus khusus untuk mengatasi chikungunya.
Penanganan difokuskan pada pereda gejala, seperti istirahat cukup, mengganti cairan tubuh yang hilang, dan konsumsi obat untuk mengurangi nyeri sendi.
Menanggapi tren kasus, Kemenkes meningkatkan surveilans vektor dan pengendalian faktor risiko lingkungan untuk mencegah penyakit tular vektor berpotensi Kejadian Luar Biasa (KLB).
Masyarakat juga diminta menerapkan gerakan 3M Plus, yaitu menguras dan menutup tempat penampungan air, serta mendaur ulang barang bekas yang berpotensi menjadi sarang nyamuk.
"Melakukan respon dan penilaian awal risiko terhadap sinyal alert yang timbul pada penyakit potensial KLB/wabah," kata Aji.
Kemenkes mengingatkan, meski tren sempat menurun, potensi kenaikan kasus masih ada selama musim hujan berlangsung.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini