KOMPAS.com - Demam tinggi mendadak bisa jadi lebih dari sekadar flu atau infeksi ringan.
Jika disebabkan oleh virus dengue, kondisi ini dapat berubah menjadi demam berdarah dengue (DBD) yang berbahaya dan mengancam jiwa. Fase kritis DBD justru muncul saat demam mulai turun, bukan saat puncak suhu tubuh.
“Ketika suhu tubuh menurun di hari ke-4 sampai ke-6, banyak yang mengira pasien mulai sembuh. Padahal, inilah masa paling berisiko terjadi syok dan perdarahan,” kata Dr. dr. I Made Susila Utama, SpPD-KPTI dari RSUP Prof. Dr. I.G.N.G. Ngoerah, dalam siaran langsung Instagram Kementerian Kesehatan RI, Kamis (19/6/2025).
Demam berdarah disebabkan oleh virus dengue yang dibawa oleh nyamuk Aedes aegypti. Infeksi ini bisa menyerang siapa saja dan menimbulkan gejala yang bervariasi, mulai dari demam ringan, perdarahan, hingga kerusakan organ.
Baca juga: Demam Biasa Bisa Sembuh, Tapi Demam Berdarah Bisa Berujung Maut Bila Tak Ditangani
Infeksi dengue memiliki spektrum yang luas dan dapat berkembang dalam berbagai bentuk. Berikut jenis-jenisnya yang penting dikenali:
Bentuk paling ringan, biasanya hanya berupa demam tinggi, nyeri otot, dan sakit kepala. Tidak ada kebocoran plasma atau syok.
“Demam dengue biasanya bisa sembuh sendiri dan tidak memerlukan rawat inap,” jelas Made.
Ditandai dengan penurunan trombosit, kebocoran plasma, serta perdarahan. Gejala bisa berupa mimisan, gusi berdarah, muntah darah, atau menstruasi berlebihan pada wanita.
“Yang harus diwaspadai adalah perdarahan dari mukosa, bukan bintik merah di kulit,” tegasnya.
Baca juga: Demam Mulai Turun Bukan Berarti Sembuh, Justru Fase Paling Mematikan DBD Bisa Dimulai
Merupakan tahap paling parah di mana tubuh mengalami syok karena cairan keluar dari pembuluh darah. Tanda-tandanya adalah tekanan darah turun, nadi tak teraba, dan kesadaran menurun.
“Kalau sudah DSS, ini kondisi gawat darurat yang harus segera ditangani,” ujar Made.
Ini adalah bentuk tidak biasa dari infeksi dengue, di mana virus menyerang organ tertentu seperti otak (ensefalopati dengue), jantung (miokarditis), hati (gagal hati), atau ginjal.
“Manifestasi ini baru dikenali beberapa tahun terakhir, tapi harus diwaspadai karena risikonya sangat tinggi,” jelas Made.
Baca juga: Apakah Keramas Bisa Memperparah Demam? Ini Penjelasannya...
Made menjelaskan bahwa perjalanan DBD terbagi dalam tiga fase utama. Pemahaman terhadap tiap fase penting untuk mendeteksi bahaya sejak dini:
Terjadi pada 1–3 hari pertama, ditandai dengan demam tinggi mendadak, nyeri otot, sakit kepala, dan mual. Pasien belum dalam kondisi gawat, tetapi harus dipantau.
“Demamnya akut dan tinggi. Kadang tidak membaik meski sudah minum parasetamol,” ujarnya.
Fase paling berbahaya yang muncul saat demam mulai turun. Terjadi perembesan plasma yang menyebabkan penumpukan cairan di rongga tubuh (seperti perut dan paru), dan risiko syok meningkat. Trombosit turun drastis, hematokrit naik cepat, dan bisa muncul perdarahan berat.
“Kalau muncul mimisan, muntah darah, atau menstruasi yang sangat banyak, itu tanda bahaya,” kata Made.
Jika pasien melewati fase kritis, maka cairan tubuh akan kembali ke sistem sirkulasi. Kadang muncul ruam atau bintik merah yang disebut white island in the red sea. Ini bukan tanda gawat.
“Pasien sering khawatir saat muncul ruam, padahal itu tanda penyembuhan,” tambahnya.
Demam berdarah bukan penyakit biasa. Ia bisa berkembang dari gejala ringan menjadi kondisi gawat darurat dalam hitungan hari.
Mengenali jenis dan fase demam berdarah sangat penting untuk mencegah komplikasi serius, termasuk syok dan kerusakan organ.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini