KOMPAS.com - Anggota Komisi IV DPR RI sekaligus anggota Panitia Kerja (Panja) RUU Kehutanan, I Nyoman Adi Wiryatama, mengusulkan pembentukan undang-undang (UU) kehutanan baru untuk menggantikan UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
Menurutnya, regulasi lama itu tidak lagi relevan menghadapi kompleksitas tantangan kehutanan masa kini.
“Perkembangan kebutuhan terhadap hutan saat ini sangat kompleks. Bukan hanya soal pengelolaan dan pemanfaatan, tapi juga menyangkut hak masyarakat adat, krisis iklim, hingga perdagangan karbon. Revisi parsial tidak cukup lagi,” ujar Adi seperti yang dikutip dari laman dpr.go.id, Senin (26/5/2025).
Baca juga: Bahlil Minta Kontraktor Migas Ikut Garap Fasilitas Penangkap Karbon
Politisi Fraksi PDI Perjuangan itu menilai, hutan tidak bisa lagi dipandang sebagai entitas terpisah dari manusia.
Ia menekankan pentingnya pengakuan hukum terhadap peran komunitas lokal dan masyarakat adat sebagai penjaga hutan.
“Selama ini hutan dipandang terpisah dari manusia. Padahal masyarakat adat adalah penjaga terbaik hutan. Mereka harus diakui secara hukum sebagai subjek penting dalam pengelolaan hutan,” katanya.
Baca juga: Hutan Bakau Terjepit El Nino-La Nina: Ancaman Ganda yang Mematikan
Adi mengusulkan agar UU baru tentang Kehutanan dan Pengelolaannya memuat empat aspek utama, yakni:
Adi juga menyoroti pentingnya integrasi antara pelestarian hutan dan sektor pariwisata.
Menurutnya, wilayah-wilayah seperti Bali dan Nusa Tenggara memiliki potensi besar untuk pengembangan ekowisata berbasis pelestarian hutan.
“Kehutanan dan pariwisata tidak bisa lagi dipisahkan. Ekowisata adalah potensi besar, terutama jika masyarakat lokal dilibatkan aktif dan menjadi penerima manfaat,” jelas Adi.
Ia menegaskan, tanpa pembaruan regulasi yang menyeluruh, pengelolaan hutan di Indonesia akan tertinggal dari dinamika global dan gagal menjawab tantangan keberlanjutan jangka panjang.
“UU baru harus berpihak pada keberlanjutan, keadilan ekologis, dan kedaulatan rakyat atas ruang hidupnya,” pungkas Adi.