Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penggunaan Pupuk Kimia Tinggi, Tanda Pertanian Indonesia Belum Berkelanjutan

Kompas.com - 16/09/2025, 20:30 WIB
Manda Firmansyah,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - JAKARTA, KOMPAS.com – Kenaikan penggunaan pupuk kimia dari tahun ke tahun menunjukkan praktik pertanian di Indonesia masih jauh dari prinsip berkelanjutan. Dampaknya, kesehatan lahan pertanian pun terus menurun.

Koordinator Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Ayip Said Abdullah, menilai kondisi ini membuat petani semakin bergantung pada pupuk kimia.

“Kesehatan lahannya sudah turun jauh. Jadi kalau lahan tidak dipupuk lebih banyak dari musim lalu, produksinya cenderung stagnan. Mau tidak mau petani harus menambah pupuk di musim berikutnya,” kata Ayip kepada Kompas.com, Selasa (16/9/2025).

Menurutnya, penggunaan pupuk dan pestisida berbahan kimia secara berlebihan justru mematikan mikroorganisme tanah. Meski demikian, pupuk kimia masih menjadi andalan karena mendapatkan dukungan lewat skema subsidi.

“Pupuk subsidi yang organik jumlahnya sangat sedikit,” ucap Ayip.

Padahal, ia menekankan pentingnya upaya penyehatan lahan pertanian. Sebab, tanpa tanah yang sehat, benih unggul maupun teknologi pertanian tidak akan banyak membantu.

“Kalau tanahnya rusak, sehebat apa pun benihnya, sebagus apa pun mesinnya, tetap selesai kalau tanahnya enggak sehat,” tegasnya.

Perlu Insentif bagi Petani

Ayip menyarankan agar pemerintah memberi insentif khusus untuk mendorong petani mengurangi penggunaan pupuk kimia. Misalnya, insentif bisa berupa pembebasan pajak, jaminan harga, hingga kepastian pasar.

“Mengurangi pupuk kimia 25 persen saja, tapi dikasih insentif. Kalau untung-untungan, petani pasti memilih pupuk kimia. Seringkali perilaku berubah karena ada motif, dan itu bisa muncul dari insentif,” ujarnya.

Selain itu, ia menilai pemerintah perlu mengubah komposisi subsidi dengan memperbesar porsi pupuk organik, sekaligus mendorong kebiasaan baru di kalangan petani. Salah satunya tidak lagi membakar jerami, melainkan mengembalikannya ke lahan untuk mengurangi kebutuhan pupuk kimia.

“Satu hektar lahan kalau jeraminya dikembalikan bisa mengurangi setengah dari kebutuhan pupuk kimia,” kata Ayip.

Pertanian Berkelanjutan Masih Terbatas

Ayip memperkirakan baru sekitar 15 persen petani di Indonesia yang menerapkan praktik pertanian berkelanjutan.

“Bayangan saya, masih sangat sedikit yang ramah lingkungan. Pertanian berkelanjutan masih jauh karena praktik pertanian kita sangat bergantung pada pupuk kimia,” ujarnya.

Meski begitu, Ayip menilai sejumlah pemerintah daerah sudah mulai mengambil inisiatif. Salah satunya Pemerintah Kabupaten Ngawi, yang membiayai sertifikasi dan pelatihan pertanian ramah lingkungan, termasuk penggunaan pupuk organik.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Perubahan Iklim Bisa Ganggu Kualitas Tidur, Kok Bisa?
Perubahan Iklim Bisa Ganggu Kualitas Tidur, Kok Bisa?
Pemerintah
Koalisi Manajer Aset Net Zero Kembali, Tapi Tanpa Komitmen Iklim 2050
Koalisi Manajer Aset Net Zero Kembali, Tapi Tanpa Komitmen Iklim 2050
Pemerintah
7.500 Peserta Ikuti PLN Electric Run 2025, Ajang Lari Nol Emisi Pertama di Indonesia
7.500 Peserta Ikuti PLN Electric Run 2025, Ajang Lari Nol Emisi Pertama di Indonesia
BUMN
Jangkar Kapal Merusak Terumbu Karang di TN Komodo, Potret Gagalnya Tata Kelola Pariwisata
Jangkar Kapal Merusak Terumbu Karang di TN Komodo, Potret Gagalnya Tata Kelola Pariwisata
LSM/Figur
Studi Ungkap Emisi Penerbangan Nyata Bisa Tiga Kali Lipat Lebih Tinggi dari Kalkulator Karbon
Studi Ungkap Emisi Penerbangan Nyata Bisa Tiga Kali Lipat Lebih Tinggi dari Kalkulator Karbon
Pemerintah
Sektor Pertanian Harus Tumbuh 4,7 Persen Per Tahun Jika Pertumbuhan PDB RI Ingin Capai 8 Persen
Sektor Pertanian Harus Tumbuh 4,7 Persen Per Tahun Jika Pertumbuhan PDB RI Ingin Capai 8 Persen
LSM/Figur
Kemenaker: 104 Kecelakaan Kerja Terjadi di 'Smelter' Nikel, SOP hingga K3 Masih Diabaikan
Kemenaker: 104 Kecelakaan Kerja Terjadi di "Smelter" Nikel, SOP hingga K3 Masih Diabaikan
Pemerintah
Emisi Tak Terlihat dari Colokan Listrik
Emisi Tak Terlihat dari Colokan Listrik
Pemerintah
Pertamina dan KLHK Tanam Ratusan Pohon Produktif di Hulu DAS di Bogor
Pertamina dan KLHK Tanam Ratusan Pohon Produktif di Hulu DAS di Bogor
BUMN
Tropenbos Indonesia: Restorasi Gambut Swakelola di Tingkat Tapak Butuh Pendampingan
Tropenbos Indonesia: Restorasi Gambut Swakelola di Tingkat Tapak Butuh Pendampingan
LSM/Figur
KLH Targetkan Dekontaminasi Cikande Selesai Akhir November
KLH Targetkan Dekontaminasi Cikande Selesai Akhir November
Pemerintah
Puncak Musim Hujan, BMKG Gelar Operasi Modifikasi Cuaca untuk Cegah Banjir
Puncak Musim Hujan, BMKG Gelar Operasi Modifikasi Cuaca untuk Cegah Banjir
Pemerintah
Menteri LH: Cengkih Terpapar Radioaktif Asal Lampung Tertangani
Menteri LH: Cengkih Terpapar Radioaktif Asal Lampung Tertangani
Pemerintah
Menyelamatkan Lahan Kritis Indonesia dari Desa: Pelajaran Ekologi dari Perlang
Menyelamatkan Lahan Kritis Indonesia dari Desa: Pelajaran Ekologi dari Perlang
Pemerintah
PLTN Pulau Gelasa dan Ujian Tata Kelola Risiko
PLTN Pulau Gelasa dan Ujian Tata Kelola Risiko
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau