KOMPAS.com - Kementerian Pertanian (Kementan) mengungkapkan, hingga saat ini, sudah ada sekitar 80 ekor sapi Merah Putih dari hasil seleksi dan penelusuran genetik.
Sapi Merah Putih merupakan salah satu strategi sub sektor peternakan dalam beradaptasi dan memitigasi krisis iklim.
"Kami cari gen-gen yang tadi (dapat beradaptasi dan memitigasi krisis iklim), salah satunya tahan terhadap panas ya," ujar Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan, Agung Suganda di Indonesia Convention Exhibition (ICE) BSD, Tangerang, Rabu (17/9/2024).
Sapi Friesian Holstein (FH) Merah Putih setidaknya memiliki empat genetik ideal, terutama yang menguntungkan bagi produksi susu nasional. Yaitu, keunggulan dari segi kesehatan hewan, reproduksi, tahan terhadap panas, serta memproduksi susu dengan cepat.
Sapi Merah Putih sebenarnya turunan FH yang sudah dikembangbiakkan para peternak di Indonesia.
"Penelusuran genetik (tersebut dilakukan terhadap) sapi-sapi yang kami jaring dari masyarakat. Sapi FH ya, sapi perah. Nah, cuma dinamakan sapi merah putih karena memang ya, ya kami ingin ada beda," tutur Agung.
Selain perbaikan genetik, strategi peternakan dalam beradaptasi dan memitigasi krisis iklim juga dilakukan dengan manajemen pakan ternak ruminansia demi menekan emisi gas rumah kaca (GRK).
"Bagaimana menurunkan produksi karbon dari ternak ruminansia kita melalui penyediaan pakan hijau yang bisa mengurangi produksi karbon," ucapnya.
Di sisi lain, kata dia, peternakan beradaptasi dan memitigasi krisis iklim dengan memodifikasi iklim mikro dalam kandang. Misalnya, membangun kandang sapi perah bersistem close house.
"Jadi, tidak terpengaruh dengan iklim atau perubahan cuaca karena mereka close house dan semua dikendalikan oleh AI, oleh alat. Nah, itu yang tentu salah satu yang kami siasati," ujar Agung.
Menurut Agung, penting untuk mengondisikan lingkungan peternakan agar sesuai kebutuhan hidup unggas serta ternak ruminansia seperti sapi, kambing, dan domba.
Baca juga: Krisis Iklim, Peternakan Sapi Perah Harus Modifikasi Suhu Kandang
Di dalam pameran internasional terbesar di bidang peternakan, ILDEX Indonesia 2025, sebesar 60 persen peralatan dan kandang yang ditampilkan industri-industri peternakan, sudah didesain adaptif terhadap krisis iklim.
Sebanyak 270 booth dari 26 negara berpartisipasi dalam pameran tersebut, kata dia, hampir semua memperkenalkan teknologi di bidang peternakan. Itu termasuk kandang dengan teknologi yang memungkinkan sapi-sapi perah — yang semestinya harus hidup di dataran tinggi dingin dan sejuk — bisa berkembangbiak di dataran rendah.
"Jadi, teknologi itulah yang membuat agar ternak-ternak kita bisa berproduksi dengan baik tanpa harus dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Dan, hampir semua booth tadi menjual teknologi itu," tutur Agung.
Sebelumnya, Indonesia resmi meluncurkan Sapi Merah Putih pada Jumat (29/8/2025). Sapi Merah Putih dikembangkan dari seleksi gen-gen unggul sapi perah lokal, sehingga punya tubuh tinggi, tahan panas, sekaligus menghasilkan emisi metana lebih rendah.
"Jadi, kalau di rekayasa genetik, bukan copot tempel ya. Justru, ini kita deteksi. Mana gen yang tahan panas, ini di boost ya. Gen yang methane (CH4) -nya kurang, ya. Ini yang di boost," ujar Guru Besar Fakultas Peternakan IPB University, Epi Taufik, dalam webinar Praktik Peternakan Berkelanjutan.
Epi menilai, pemilihan ternak rendah metana menjadi kunci penting bagi peternakan dalam beradaptasi dan memitigasi krisis iklim. Ini karena metana jauh lebih berbahaya daripada CO2.
Baca juga: Tahan Panas, Sapi Merah Putih Peluang Baru di Tengah Krisis Iklim
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya