JAKARTA, KOMPAS.com - Penjurian untuk ajang perdana Asia ESG Positive Impact Awards (PIA) 2025 telah resmi berakhir pada 14 Oktober.
Sebanyak 54 pemenang emas dari tiga ajang, yakni ESG Positive Impact Awards (Malaysia) oleh Star Media Group (SMG), ESG Edge Impact Awards (Filipina) oleh Philippine Daily Inquirer, dan Lestari Awards (Indonesia) oleh KG Media, telah mempresentasikan inisiatif mereka di hadapan panel juri internasional.
Pada tahap regional ini, para pemimpin industri menampilkan komitmen terhadap keberlanjutan melalui ketahanan iklim, praktik bisnis beretika, kesetaraan sosial, serta tanggung jawab korporasi, sembari mendorong transformasi bermakna di industri dan komunitas masing-masing.
Baca juga: Riset DBS Sebut AI dan Sustainability Bisa Optimalkan Biaya Modal Perusahaan
Ketua juri dari Indonesia, Ummu Azizah Mukarnawati, yang juga merupakan salah satu pendiri dan Direktur Program PT Gagas Inspirasi Nusantara, menyampaikan bahwa banyak organisasi saat ini sering membicarakan ESG seolah-olah itu adalah segalanya, padahal tujuan keberlanjutan yang sesungguhnya lebih utama.
“ESG hanyalah salah satu kerangka untuk mencapai tujuan keberlanjutan, bersama tanggung jawab sosial perusahaan dan pembangunan berkelanjutan. Selama proses penjurian, kami menemukan masih ada penyederhanaan istilah terkait ESG dan keberlanjutan, termasuk pemahaman tentang DEI dan kesetaraan yang merupakan dasar dari filosofi keberlanjutan,” ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa (21/10/2025).
Meski demikian, Ummu menilai organisasi kini semakin sadar dan mulai mengambil langkah konkret dalam menerapkan ESG di dalam kerangka keberlanjutan.
Sementara itu, Ketua Juri dari Filipina sekaligus Ketua Institute of Corporate Directors, Pete Maniego, menekankan bahwa faktor keuangan merupakan pendorong utama penerapan keberlanjutan.
“Dengan pertumbuhan pesat pembiayaan hijau dan dorongan terhadap ASEAN Taxonomy, distribusi modal berkelanjutan mulai terstruktur dengan baik,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa perusahaan besar yang mempercepat upaya pengelolaan risiko iklim, dekarbonisasi, dan manajemen limbah umumnya terdorong oleh tuntutan rantai pasok global. Namun, masih terdapat tantangan besar berupa kualitas data dan kurangnya standarisasi, yang menghambat investor dan menyulitkan perusahaan kecil.
“Program yang terukur dalam aspek sosial—seperti hak pekerja dan upah layak—serta kepatuhan ESG di rantai pasok UMKM masih tertinggal dibandingkan dengan aspek lingkungan,” lanjutnya.
Ketua juri dari Malaysia, Edison Choong, yang menjabat sebagai Wakil Direktur Perencanaan Strategis sekaligus Deputi Kepala Keberlanjutan di Malaysia External Trade Development Corporation (MATRADE), mengatakan bahwa penerapan ESG terus berkembang seiring organisasi bergerak melampaui kepatuhan menuju pertumbuhan yang berkelanjutan dan berorientasi manusia.
Baca juga: Survei di 44 Negara: Milenial dan Gen Z Tak Cuma Peduli Gaji, tetapi Juga Sustainability
“Yang muncul sekarang adalah pandangan yang lebih luas dan mendalam tentang dampak — tidak hanya hasil yang dapat diukur, tetapi juga nilai-nilai tak berwujud seperti integritas dan tujuan. Namun, tantangan terbesar di tingkat regional adalah menyelaraskan kemajuan yang beragam antarnegara,” katanya.
Upacara puncak Asia ESG Positive Impact Awards 2025 akan diselenggarakan pada 6 November 2025 di Sunway Resort Hotel, diselenggarakan oleh Star Media Group dengan Sime Darby Property Berhad sebagai Urban Biodiversity Partner.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya