JAKARTA, KOMPAS.com - Toxic productivity masih sering dinormalisasikan oleh sebagian orang.
Sebagai sosok yang berambisi, sering kali memaksakan diri untuk bekerja tanpa henti.
Padahal, menurut psikolog klinis Tara de Thouars, toxic productivity justru dapat menurunkan produktivitas.
Baca juga: Ini Beda Kerja Produktif dengan Toxic Productivity
“Kalau kita bicara data lagi ya, justru malah semakin kita stres, produktivitas itu malah semakin menurun,” ujarnya pada acara Patchtastic Day 2025 di Dia.lo.gue, Jakarta Selatan, Kamis (22/5/2025).
Toxic productivity adalah kondisi ketika seseorang merasa bersalah jika tidak terus-menerus produktif.
Mereka akan merasa puas jika mereka terus mendorong diri untuk beraktivitas.
“Orang yang seperti itu sebagian besar terlalu memberikan atau push dirinya sendiri agar merasa enak,” jelasnya.
Namun, menurut Tara, terlalu memaksakan diri dapat membuat mereka merasa tertekan dan stres.
Tubuh mereka akan terus menerus berada di survival mode karena terus menerima tekanan yang tinggi.
Baca juga: Cara Keluar dari Lingkaran Toxic Productivity
“Tubuh kita akan terus-menerus berada di survival mode atau survival mechanism. Nah, inilah yang akan membuat kita jadi punya stres yang tinggi banget,” jelas Tara.
Oleh karena itu, alih-alih memaksakan diri, Tara menyarankan untuk mengambil istirahat sejenak.
Beristirahat justru membuat pikiran tenang dan meningkatkan produktivitas.
Ia juga menerangkan, segala sesuatu yang berlebihan tidak akan membawa hasil yang baik.
“Jadi, intinya mungkin segala sesuatu yang berlebihan dan ekstrim pasti ujung-ujungnya berdampak ke kesehatan mental,” kata Tara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya