JAKARTA, KOMPAS.com - Chitra Subyakto termasuk sosok yang peduli akan pencemaran mikroplastik di industri fashion. Lewat brand Sejauh Mata Memandang, Chitra menggunakan bahan ramah lingkungan dan mengusung konsep slow fashion.
Sebab, isu pencemaran mikroplastik tak hanya berkaitan dengan sampah plastik di laut, tapi juga pakaian. Tanpa disadari, serat sintetis dari baju bisa melepaskan mikroplastik ke udara dan air, yang akhirnya masuk ke tubuh manusia.
Baca juga:
Melalui koleksi terbarunya di Jakarta Fashion Week (JFW) 2026, pendiri dan direktur kreatif Sejauh Mata Memandang ini ingin mengajak publik untuk menyadari bahwa industri fashion ternyata juga menjadi salah satu penyumbang terbesar polusi mikroplastik di bumi.
Bagi Chitra, isu mikroplastik tidak bisa dilepaskan dari bahan pakaian yang banyak beredar di pasaran saat ini, terutama poliester.
“Baju poliester itu salah satu penyumbang mikroplastik. Sedihnya semua pakaian rata-rata dibuat dengan bahan itu. Karena awet, enggak cepat kusut, enggak cepat rusak,” ujar Chitra kepada Kompas.com saat Jakarta Fashion Week (JFW) 2026 di Jakarta, Selasa (28/10/2025).
Namun di balik kenyamanan dan kepraktisannya, bahan tersebut justru menyimpan risiko bagi tubuh manusia.
Chitra Subyakto, pendiri dan direktur kreatif Sejauh Mata Memandang (SMM), dalam acara Jakarta Fashion Week 2026, di Pondok Indah Mall, Jakarta, Selasa (28/10/2025)."Tapi sebenarnya kalau dipakai itu dia pada saat kita keringat, itu dia masuk ke pori-pori kita melalui keringat. Kemudian bisa menyebabkan penyakit, seperti kanker, penurunan imun tubuh. Jadi banyak banget. Tapi kan enggak pakai hari ini, besok langsung sakit," jelasnya.
Menurut Chitra, persoalan ini diperparah karena belum ada aturan yang tegas mengenai penggunaan bahan ramah lingkungan di industri tekstil.
"Jadi company-nya (perusahaan) enggak ada yang bisa diisu, dan kayak pemerintah dan pengusaha saling kerja sama. Jadi bagi-bagi cuan juga. Jadi memang enggak ada aturannya," katanya.
Baca juga:
Bukan hanya di pabrik atau toko, masalah mikroplastik disebut terjadi di lapangan. Chitra bercerita tentang pengalamannya saat mengunjungi Sungai Ciliwung dan beberapa wilayah pesisir.
“Saya pergi ke Ciliwung dan laut, banyak banget sampah pakaian. Kalau sudah sampai ke laut, artinya mikroplastiknya terlepas. Bahkan, waktu kita nyuci baju poliester aja, air cucian itu bisa bawa mikroplastik ke air tanah, ke air minum, sampai ke laut,” tuturnya.
Tak hanya itu, dampaknya pun berputar kembali ke manusia.
“Mikroplastiknya keluar di air, masuk ke ikan, terus kita makan. Jadi kita juga yang kena. Sekarang katanya air hujan aja udah ada mikroplastiknya,” ujarnya.