“Kalau di awal pernikahan ada beberapa risiko perceraian, mungkin saja ini berkaitan dengan proses adaptasi,” jelasnya.
Baca juga: Keharusan Menggelar Resepsi Mewah Memicu Fenomena Marriage is Scary, Benarkah?
Banyak pasangan baru menikah langsung dihadapkan pada perubahan besar, mulai dari menyesuaikan kebiasaan satu sama lain, mengatur keuangan bersama, hingga membagi peran domestik.
“Baru menikah, apalagi yang menikah dan tidak lama kemudian langsung punya anak. Kondisi ini membuat adaptasinya ganda,” ujar Winona.
Adaptasi ganda ini membuat banyak pasangan kewalahan, terutama jika mereka belum memiliki kemampuan regulasi emosi yang baik atau komunikasi yang sehat.
Pentingnnya regulasi emosi dan kemampuan beradaptasi
Winona menegaskan, kemampuan untuk mengatur emosi dan beradaptasi menjadi fondasi penting agar pernikahan bisa bertahan, terlepas dari berapa lama usia hubungan tersebut.
Baca juga: Punya Mertua Menyebalkan? Ini 3 Alasan Tak Perlu Konfrontasi Langsung
“Beberapa orang yang tidak dibekali dengan regulasi emosi yang baik, tidak bisa beradaptasi, ini menjadi satu risiko juga,” ucapnya.
Ia menegaskan, risiko konflik tidak berhenti hanya di 10 tahun pertama. Setiap fase pernikahan akan membawa tantangan baru, entah itu saat memiliki anak, ketika karier berubah, atau ketika memasuki usia paruh baya.
Maka dari itu, kunci agar pernikahan bisa bertahan bukan pada lamanya waktu, tetapi pada kesediaan kedua pihak untuk terus belajar, beradaptasi, dan saling memahami.
Baca juga: 3 Ciri-ciri Mertua Menyebalkan Menurut Psikolog, Harus Diwaspadai
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang