JAKARTA, KOMPAS.com – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sempat mengalami kendala saat Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) dilakukan di wilayah Jabodetabek pada Senin (7/7/2025) sore.
Direktur Operasional Modifikasi Cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Budi Harsoyo mengatakan saat melakukan penerbangan pertama dari Posko Landasan Udara Halim Perdanakusuma sempat terlambat karena mengurus pemberitahuan kepada penerbang.
"Kemarin agak terlambat karena hari pertama kegiatan. Pesawat juga baru tiba di Posko Halim siang harinya, masih harus mengurus notam dan lain-lain, baru siap (terbang) sore menjelang jam 17.00 WIB," ujar Budi saat dihubungi, Selasa (8/7/2025).
Baca juga: Begini Cara BMKG Modifikasi Cuaca Kala Hujan Ekstrem Jabodetabek
Namun penerbangan kedua OMC pada sore dibatalkan karena cuaca hujan deras disertai petir.
"Rencana diterbangkan setelah Maghrib batal terlaksana karena di Posko Halim diguyur hujan lumayan deras disertai petir sampai dengan sekitar jam 21.00 WIB sehingga tidak safety untuk proses refuel pesawat," kata Budi.
Modifikasi cuaca rencananya dilakukan mulai 7 Juli hingga 11 Juli 2025. Nantinya langit Jakarta dan Jawa Barat disemai 800 kilogram garam atau NaCl setiap penerbangan.
Budi menjelaskan, OMC untuk mengurangi intensitas curah hujan di wilayah Jakarta dan Jawa Barat.
"Misal adanya dinamika atmosfer yang mengakibatkan sangat masifnya potensi hujan, atau pada puncak-puncak musim hujan, bukan berarti meniadakan hujan," ucapnya.
Adapun, modifikasi cuaca dalam konteks penanggulangan banjir dilakukan melalui penerbangan penyemaian awan untuk mengurangi supply awan hujan yang berpotensi masuk ke area target atau daerah yang ingin diamankan.
Bahan semai yang ditabur yakni higroskopis dan glasiogenik. Secara perinci, higroskopis adalah garam atau natrium klorida/kalsium klorida.
Baca juga: Antisipasi Banjir, BMKG Modifikasi Cuaca di Jakarta dan Jawa Barat Hari Ini
Kemudian glasiogenik berupa perak iodida membantu pembentukan kristal es yang tumbuh menjadi partikel hujan.
"Bahan semai yang ditaburkan efeknya mempercepat proses terjadinya hujan. Jadi kalau dari radar teramati ada pertumbuhan awan yang bergerak ke arah target dan diperkirakan akan menjadi hujan, jauh-jauh sebelum sampai target kami semai agar hujannya tidak terjadi di daerah target," ujar Budi.
Umumnya, penerbangan OMC untuk penanggulangan banjir selalu diarahkan untuk "mengadang" pasokan awan hujan yang datang dari perairan sehingga hujan lebih cepat terjadi di perairan sebelum memasuki daratan.
Namun saat awan hujan tumbuh di daratan, maka OMC memprioritaskan untuk awan hujan tersebut bisa jatuh atau menjadi hujan di atas tampungan air, seperti waduk.
"Umumnya kami jatuhkan di perairan laut atau di wilayah yang masih relatif aman dari banjir, misal di tiga waduk Citarum," katanya.