JAKARTA, KOMPAS.com - Postingan bertajuk "17+8 Tuntutan Rakyat" ramai beredar di media sosial dalam hari terakhir selepas kondisi Tanah Air sempat memanas.
Bahkan, sejumlah influencer atau pemengaruh kompak mengunggah postingan tersebut akun media sosial mereka masing-masing, di antaranya ada Jerome Polin, Andovi da Lopez, JS Khairen, dan Cania Citta Fathia Izzat.
Hal ini membuat masyarakat turut menggunggah postingan tersebut sampai akhirnya menjadi trending di sejumlah media sosial.
Namun, dari mana asal mula "17+8 Tuntutan Rakyat" yang ramai beredar di media sosial?
Salah satu penggagas "17+8 Tuntutan Rakyat", Abigail Limuria, menjelaskan dasar penyusunan tuntutan tersebut.
Baca juga: Isi Seruan 17+8 Tuntutan Rakyat Serta Makna Warna Pink dan Hijau
Ia mengatakan, tuntutan itu merupakan rangkuman dari berbagai aspirasi yang sebelumnya sudah banyak disuarakan, baik di media sosial maupun dalam aksi lapangan.
Namun, ia menilai tuntutan tersebut tidak ditanggapi serius oleh para pemangku kebijakan.
“Melihat situasi di mana respons negara cenderung koersif dan aspirasi publik rentan terfragmentasi, 17+8 adalah effort merangkum susunan prioritas agar negara kembali mengambil langkah awal untuk dapat menjawab aspirasi publik dengan tepat,” jelas Abigail kepada Kompas.com, Rabu (3/9/2025).
Abigail merinci tuntutan-tuntutan yang telah beredar lebih dulu, meliputi desakan dari 211 organisasi masyarakat sipil, Pusat Studi Hukum & Kebijakan (PSHK), Yayasan Lembaga Hukum Indonesia (YLBHI), dan pernyataan sikap Ikatan Mahasiswa Magister Kenotariatan UI.
Selain itu, tuntutan ini juga merangkum jutaan suara warga yang disampaikan melalui kolom komentar dan instagram story penggagas lain, Jerome Polin, Salsa Erwina, dan Cheryl Marella.
Kemudian, 12 Tuntutan Rakyat Menuju Reformasi Transparansi & Keadilan oleh Reformasi Indonesia di Change.org yang sudah menerima lebih dari 40.000 dukungan pun turut dimasukkan.
Tak lupa, tuntutan demo oleh buruh pada 28 Agustus lalu pun ditambahkan bersama pernyataan sikap Center for Environmental Law & Climate Justice Universitas Indonesia.
Meskipun begitu, Abigail menegaskan bahwa Tuntutan 17+8 Rakyat tidak bermaksud menggantikan aspirasi yang sudah ada, tetapi menyatukan intinya agar lebih mudah dipahami publik.
Baca juga: 992 PPPK Dilantik di Balai Kota Jakarta, Mayoritas Guru
“Rangkuman ini tidak dimaksudkan untuk menggantikan forum atau keputusan bersama 211 CSO, YLBHI, PSHK, atau pihak lain. Justru, ini menyatukan inti dari berbagai desakan publik yang sudah mereka keluarkan,” terang dia.
Tak hanya itu, tuntutan ini juga dilandaskan dengan pembacaan dokumen yang relevan hingga diskusi dengan praktisi hukum dan gerakan sosial.