JAKARTA, KOMPAS.com - Keluarga korban meminta agar Komnas HAM menetapkan tragedi Kanjuruhan sebagai pelanggaran HAM berat.
Hal itu disampaikan massa aksi Jaringan Solidaritas Keadilan Korban Kanjuruhan usai bertemu perwakilan Komnas HAM pada Rabu (1/10/2025).
“Sekarang kan kita menuntut terhadap Komnas HAM agar segera menetapkan status tragedi Kanjuruhan,” ucap Sanuar, salah satu keluarga korban di kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta, Rabu.
Baca juga: Massa Aksi Tragedi Kanjuruhan Nyala Lilin di Komnas HAM Sebelum Bubarkan Diri
Sementara Dermawan selaku pendamping hukum keluarga korban mengaku kecewa tidak ada komisioner Komnas HAM yang hadir dalam audiensi tersebut.
“Entah alasannya apa, komisionernya pada hari ini tidak ada gitu. Jadi pada intinya hari ini tidak ada komisionernya,” jelasnya.
Menurut dia, hasil audiensi tidak ada jawaban dari Komnas HAM. Namun ia meminta Komnas HAM segera menuntaskan Tragedi Kanjuruhan.
“Jadi pada intinya belum-belum ada jawaban konkret gitu ya soal apakah akan dilakukan pro yustisia gitu. Hanya komitmen saja secara lisan dan itu juga masih perlu dipertanyakan apalagi yang kita temui tadi ini ya bukan komisionernya hanya perwakilan saja,” tambah Dermawan.
Baca juga: Aksi Tragedi Kanjuruhan, Keluarga Korban Tuntut Keadilan ke Komnas HAM
Dermawan mengatakan bahwa pendamping hukum dan keluarga korban masih berusaha agar Komnas HAM menetapkan tragedi Kanjuruhan sebagai pelanggaran HAM Berat dan melakukan penyelidikan pro yustisia.
“Tentu langkah yang akan kita lakukan tetap mendorong Komnas HAM agar menetapkan tragedi Kanjuruhan sebagai pelanggaran HAM berat dan melakukan proses penyelidikan pro yustisia,” kata dia.
Tragedi Kanjuruhan terjadi pada 1 Oktober 2022 di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, usai pertandingan Arema FC melawan Persebaya.
Kericuhan pecah setelah polisi menembakkan gas air mata ke arah tribun, sehingga penonton panik dan berdesak-desakan keluar stadion.
Baca juga: Keluarga Korban Tragedi Kanjuruhan Cari Keadilan: Melempem dan Bobrok
Akibatnya, setidaknya 135 orang meninggal dunia, sebagian besar karena sesak napas dan terinjak dalam kepanikan massal. Ratusan lainnya mengalami luka fisik maupun trauma psikologis.
Enam orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Mereka berasal dari unsur penyelenggara pertandingan maupun kepolisian, termasuk Direktur Utama PT LIB, Ketua Panpel Arema, hingga pejabat kepolisian Polres Malang dan Brimob Polda Jawa Timur.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang