Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

IHSG Bergerak Fluktuatif, Disarankan Fokus ke Saham Defensif dan Emiten Berkinerja Solid

Data yang dinanti investor antara lain pertumbuhan ekonomi kuartal III-2025, Indeks Purchasing Managers' Index (PMI) atau indeks kesehatan sektor manual , dan inflasi pada Oktober tahun ini.

Sedangkan bagi investor yang mempunyai time horizon yang panjang, musim rilis laporan keuangan menjadi waktu penting untuk mengevaluasi kinerja emitennya dan melihat apakah kinerja kuartal III sesuai dengan target atau masih jauh dari target.

Momen rilis laporan keuangan juga waktu bagi investor untuk kembali mencari emiten-emiten yang tumbuh atau turn around dari kinerja historisnya.

Di tengah ketidakpastian tersebut, PT Indo Premier Sekuritas (IPOT) memperkirakan menyarankan investor tetap fokus pada saham-saham defensif serta emiten dengan fundamental kuat.

Equity Analyst IPOT, Imam Gunadi, menyebut meskipun sentimen global terlihat positif setelah pertemuan Presiden China Xi Jinping dan Presiden AS Donald Trump, serta keputusan Bank Sentral AS (The Fed) menghentikan kebijakan Quantitative Tightening, pelaku pasar tetap harus berhati-hati terhadap dinamika ekonomi dalam negeri.

"Meskipun pertemuan Presiden Xi Jinping dan Trump serta kebijakan The Fed yang menghentikan Quantitative Tightening Menjadi sentimen positif, trader perlu waspada terhadap padatnya rilis data ekonomi domestik pekan ini. Money management dan risk management menjadi kunci utama," ujar Imam Gunadi lewat keterangan pers, Senin (3/11/2025).

Fokus utama pasar, menurut Imam, tertuju pada tiga indikator penting. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III diperkirakan melambat ke kisaran 4,8 persen, sedikit di bawah kuartal sebelumnya.

Sementara itu, indeks manufaktur diproyeksikan masih berada di zona ekspansif meski menurun ke 50,4 akibat kenaikan biaya produksi dan lemahnya permintaan ekspor.

Badan Pusat Statistik (BPS) dijadwalkan merilis data inflasi awal pekan ini. Konsensus memperkirakan inflasi tahunan akan melandai menjadi 2,59 persen (yoy) dari 2,65 persen (yoy) pada September, menandakan stabilitas harga yang relatif terjaga.

Dari sisi eksternal, sentimen pasar menguat setelah Amerika Serikat dan China mencapai kesepakatan dagang dalam pertemuan bilateral di Busan, Korea Selatan, pada 30 Oktober 2025. Kedua negara sepakat menurunkan tarif impor produk China dari 57 persen menjadi 47 persen, sementara China berkomitmen membeli kembali 12 juta ton kedelai dari AS hingga Januari 2026.

Kesepakatan itu juga mencakup penundaan pembatasan ekspor rare earth selama satu tahun dan penurunan tarif fentanyl AS dari 20 persen menjadi 10 persen. Langkah tersebut disambut positif pelaku pasar karena dinilai dapat menurunkan tensi ketegangan perdagangan global.

Optimisme tersebut turut memicu aliran dana asing masuk ke pasar domestik.


Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), investor asing mencatatkan net buy senilai Rp 2,2 triliun, meskipun IHSG sempat melemah di awal pekan akibat isu revisi perhitungan free float pada saham-saham berkapitalisasi besar.

Secara teknikal, IPOT menilai IHSG memiliki peluang menguat hingga ke level 8.354 apabila data ekonomi menunjukkan kestabilan fundamental. Namun, jika pertumbuhan ekonomi melemah lebih dalam dari perkiraan, indeks berpotensi terkoreksi ke area support di 7.959.

Karena itu, IPOT merekomendasikan strategi investasi defensif dengan fokus pada saham berfundamental kuat dan instrumen obligasi.

Dari sisi saham, IPOT melihat potensi penguatan pada beberapa emiten yang mencatat kinerja solid diantaranya:

1. Buy on Pullback KLBF (Entry: 1235- 1255, Target Price: 1345 dan Stop Loss: 1215).

Kinerja Kalbe Farma (KLBF) yang solid hingga kuartal III/2025 semakin memperkuat posisinya sebagai saham defensif di tengah potensi perlambatan ekonomi nasional.

Perseroan membukukan penjualan sebesar Rp 25,98 triliun, tumbuh 7,22 persen YoY, sementara laba bersih naik 10,97 persen YoY menjadi Rp 2,63 triliun, mencerminkan efisiensi operasional yang terjaga serta peningkatan margin di tengah tekanan biaya produksi.

2. Buy JPFA (Entry: 1510, Target Price: 2730 dan Stop Loss: 2430).

Japfa Comfeed Indonesia (JPFA) menunjukkan kinerja yang solid sepanjang 9 bulan 2025 dengan laba bersih mencapai Rp 2,4 triliun, tumbuh 15,1 persen YoY dan melampaui estimasi konsensus sebesar 75 persen dari target setahun penuh, di atas rata-rata historis lima tahunnya di 68 persen.

Pencapaian ini didorong oleh lonjakan laba kuartal III-2025 sebesar Rp1,2 triliun atau naik 90,6 persen YoY, seiring dengan pemulihan kuat harga broiler dan DOC yang mendorong perbaikan margin secara signifikan.

3. Buy TAPG (Entry : 1880, Target : 2000 dan Stop Loss: 1825).

Di tengah potensi perlambatan pertumbuhan ekonomi, Triputra Agro Persada (TAPG) tampil menonjol dengan kinerja yang solid hingga kuartal III-2025. Perseroan membukukan pendapatan Rp8,20 triliun, tumbuh 31,48 persen YoY dari Rp6,24 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya.

Menjelang akhir tahun, permintaan minyak sawit (CPO) berpotensi mengalami lonjakan signifikan seiring dengan meningkatnya kebutuhan industri makanan dan minuman menjelang periode perayaan Natal dan Tahun Baru, serta kenaikan permintaan dari sektor energi akibat peningkatan alokasi program biodiesel domestik.

4. Buy Obligasi RF0100, FR0091 dan FR0059.

Penghentian kebijakan Quantitative Tightening (QT) oleh The Fed menjadi katalis positif bagi pasar obligasi global, termasuk Indonesia. Langkah ini menandakan adanya pelonggaran kondisi likuiditas dan potensi perubahan arah kebijakan moneter menuju fase yang lebih akomodatif.

Dengan berakhirnya pengetatan neraca The Fed, tekanan terhadap imbal hasil (yield) global mulai mereda, memberikan ruang bagi penurunan suku bunga jangka panjang dan penguatan arus modal masuk ke pasar emerging market.

https://money.kompas.com/read/2025/11/03/094533326/ihsg-bergerak-fluktuatif-disarankan-fokus-ke-saham-defensif-dan-emiten

Bagikan artikel ini melalui
Oke