JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, ASEAN tidak akan melakukan langkah retaliasi atau pembalasan terhadap kebijakan tarif timbal balik yang ditetapkan Amerika Serikat (AS).
Akan tetapi, negara-negara ASEAN akan menempuh negosiasi sambil menawarkan sejumlah poin kebijakan perdagangan dengan AS.
"Jadi ASEAN tidak mengambil langkah retaliasi," ujar Airlangga di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (7/4/2025). "Hampir semua negara ASEAN tidak retaliasi," tegasnya.
Baca juga: Hasil Rapat Pemerintah dan Ratusan Asosiasi soal Tarif Trump Bakal Jadi Masukan Buat AS
Airlangga menjelaskan, berdasarkan komunikasi yang ia lakukan dengan sejumlah pemimpin negara ASEAN baru-baru ini, diketahui bahwa mereka sudah mengambil sikap masing-masing.
Misalnya, Vietnam yang sudah menurunkan semua tarif bea masuk impor dari AS hingga 0 persen.
Kemudian, Malaysia, Thailand, dan Kamboja akan melakukan negosiasi dengan AS. Hal yang sama juga bakal dilakukan Pemerintah Indonesia.
"Jadi kita akan mengambil jalur negosiasi. Jadi jalurnya yang kita samakan," ungkap Airlangga.
Selain itu, Indonesia dan Malaysia akan mendorong Trade and Investment Framework Agreement atau TIFA, yakni perjanjian Kerangka Kerja Perdagangan dan Investasi.
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif timbal balik bagi sejumlah negara, termasuk Indonesia.
Dalam pengumuman tersebut, Indonesia dikenai tarif impor Trump sebesar 32 persen.
Beban tarif itu bakal berlaku mulai 9 April 2025.
Baca juga: Hadapi Tarif Trump, Prabowo: Tenang, Kita Akan Berunding
Sebagai perbandingan, tarif resiprokal Indonesia lebih tinggi daripada Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Timor Leste.
Namun, tarif yang diterapkan AS untuk sejumlah negara Asia Tenggara lain lebih tinggi.
Rinciannya yakni Vietnam dikenakan tarif sebesar 46 persen, Thailand 36 persen, Malaysia 24 persen, Kamboja 49 persen, Singapura 10 persen, Filipina 17 persen, Laos 48 persen, Myanmar 44 persen, Brunei Darussalam 24 persen, dan Timor Leste 10 persen.