JAKARTA, KOMPAS.com - Tahun 2025 memang dimulai dengan banyak ketidakpastian, yang membuat banyak orang mulai mempertanyakan kondisi ekonomi ke depan. Bahkan beredar pesimisme di masyarakat soal masa depan ekonomi Indonesia.
Dunia memang sedang tidak baik-baik saja. Pencetusnya, di ranah global, selain belum redanya ketegangan geopolitik antara Rusia dan Ukraina, kini makin santer "perang dagang" imbas tarif impor Presiden AS Donald Trump ke 108 negara. Bahkan Indonesia pun kena.
Di dalam negeri, kondisi ekonomi juga sulit. Tercatat sejak 2024 tingkat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tinggi. Lalu, nilai rupiah juga tak stabil, bahkan saat ini mendekati angka Rp 17.000 per dollar AS. Tak hanya itu, soal pajak serta inflasi kenaikan harga barang dan jasa "mengintai" para pekerja kelas menengah.
Tak heran jika pemudik Lebaran 2025 diprediksi Kementerian Perhubungan turun 24 persen akibat banyak yang menahan belanja alias ngirit. Imbas dari pelemahan daya beli masyarakat.
"Kecemasan" akan masa depan perekonomian Indonesia dirasakan para pejuang Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Tentusaja mereka harap-harap cemas dengan kondisi saat ini, apalagi tenor cicilan masih panjang.
Baca juga: Cerita dan Kiat Para Pejuang KPR Lunasi Cicilan Rumah...
Ia memilih melunasi cicilan KPR-nya yang tinggal beberapa tahun lagi dari cicilan selama 10 tahun. Ia rela menjual 100 gram emasnya, demi untuk melunasi cicilan tersebut.
"Lumayan dulu beli sejak 2018, saya menabung emas. Ada yang saya beli Rp 800.000 per gram ada yang sampai Rp 1 juta per gram, karena saya belinya sedikit-sedikit," katanya kepada Kompas.com.
Apakah tidak sayang jual simpanan emas? Apalagi harga emas sedang "naik daun"? Menurut Estu, ia lebih memilih meringankan pikiran dengan tidak memiliki utang, daripada tetap mempertahankan aset emasnya.
"Kita tidak tahu 2025 ini bagaimana, PHK marak, saya jaga-jaga aja kalau kenapa-kenapa setidaknya saya sudah tak punya utang. Apalagi saya ini perantauan dan (generasi) sandwich," lanjut pekerja di daerah Kebanyoran lama, Jakarta ini.
Ia juga memberikan tips, jika ingin menjual emas sebaiknya di Pegadaian saja karena gap antara harga jual dan buyback tidak sebesar di Antam.
Baca juga: Wanti-wanti OJK ke Penunggak Paylater: Nanti kalau Mau Ajukan KPR, Bermasalah...
"Sayang kalau jual emas, kan harganya bisa naik lagi," katanya.
Ia lebih memilih tetap mencicil KPR dengan kondisi saat ini. "Ada tabungan senilai total cicilan KPR, jadi kalau ada apa-apa masih aman," ujarnya.
Lain cerita dengan David (34). Pemuda asal Sumatera Utara ini juga punya cicilan KPR di daerah Parung Panjang. Ia mengaku bingung dengan kondisi saat ini lantaran cicilan KPR-nya tenor panjang, yakni 20 tahun.
"Tahun depan bunga KPR mulai floating nih. Lagi mikir, apa harus pindah bank, misal ke bank syariah, agar cicilan bisa flat gitu. Tapi kalau harus pindah bank, caranya gimana ya...," ungkapnya.
Baca juga: 5 Dukungan OJK dalam Program 3 Juta Rumah, Termasuk Perluas Akses KPR
Sebaiknya, bagaimana pejuang KPR bersikap di masa "tak baik-baik" saja saat ini? Nah simak dulu penjelasan perencana keuangan Ode Kustriani Atmaja, CFP QWP.
Ode menerangkan, kebijakan tarif Trump memang berdampak besar sebab mendorong harga bahan impor naik, memicu inflasi, dan bahkan membuat biaya produksi barang lokal ikut terdongkrak.
Akibatnya, harga kebutuhan pokok dan bahan bangunan di Indonesia pun ikut naik. Di sisi lain, ketidakpastian ini juga menekan nilai tukar dan bisa mendorong suku bunga naik—kombinasi yang tidak ideal bagi siapa pun yang sedang mencicil rumah.
"Tapi tenang, masih ada cara untuk bertahan," katanya kepada Kompas.com.
Berikut strategi yang bisa dilakukan para pejuang KPR agar tetap stabil secara finansial. Apa saja?
1. Hitung Ulang Kemampuan Bayar KPR
"Suku bunga naik sama dengan cicilan KPR makin berat, terutama untuk yang pakai skema floating rate," kata Ode.
Langkah cerdas yang harus dilakukan sebagai berikut:
• Simulasikan cicilan jika bunga naik 1–3 persen.
• Pastikan total cicilan tetap <30% penghasilan.
• Jika memberatkan, pertimbangkan refinancing ke bunga tetap (fixed rate) atau pengajuan restrukturisasi kredit.
2. Atur Ulang Anggaran Bulanan: Perketat Pos Pengeluaran
Tarif Trump bisa memicu kenaikan harga barang-barang konsumsi, termasuk makanan, alat elektronik, dan peralatan rumah tangga.
Pejuang KPR bisa fokuskan anggaran pada kebutuhan pokok, Cicilan KPR, Dana darurat dan asuransi.
"Kurangi sementara gaya hidup konsumtif seperti nongkrong, belanja impulsif dan Langganan digital yang tidak penting," lanjut Ode.
3. Cari Tambahan Penghasilan dan Bangun Dana Darurat
Harga-harga naik tapi penghasilan stagnan? Waktunya cari peluang baru.
Langkah praktis, pertama, coba kerja sampingan atau freelance, jual barang bekas atau mulai usaha kecil dari rumah dan
"Siapkan Dana Darurat dengan target 6x penghasilan bulanan untuk single, 9x penghasilan bulanan untuk menikah dan 12x penghasilan bulanan untuk menikah dan punya anak," lanjutnya.
4. Perkuat Proteksi: Jangan Sampai Sakit Ganggu Cicilan
Ditengah ketidakpastian, asuransi jadi pondasi perlindungan finansial.Pastikan:
• Punya asuransi jiwa yang cukup untuk melunasi sisa KPR kalau terjadi risiko.
• Memiliki asuransi kesehatan agar biaya rumah sakit tidak mengganggu cash flow
5. Tunda Renovasi Rumah
"Tarif tinggi bisa menaikkan harga material seperti baja, semen, alumunium, dan bahkan furnitur," kata Ode.
Kalau renovasi bukan hal mendesak:
• Tunda sampai harga lebih stabil.
• Gunakan bahan lokal atau alternatif murah.
• Buat rencana renovasi bertahap dengan anggaran ketat.
6. Hindari Utang Baru
"Hindari pinjol, kartu kredit, atau cicilan konsumtif. Fokus pada stabilitas keuangan, bukan menaikkan gaya hidup," kata Ode.
7. Evaluasi Tujuan Keuangan
"Review kembali tujuan keuangan: rumah, pendidikan anak, pensiun. Review kembali nominal dan target waktu sesuai kondisi baru," kata Ode.
Selanjutnya, jangan ambil keputusan impulsif seperti menjual rumah atau tarik investasi tanpa perhitungan matang. Serta, konsultasikan strategi keuangan ke profesional.
"Tarif Trump bukan hanya masalah Amerika, tapi punya efek nyata sampai ke dompet masyarakat Indonesia, termasuk para pejuang KPR. Tapi dengan perencanaan keuangan yang adaptif, pengendalian pengeluaran, dan strategi perlindungan finansial yang tepat, kita bisa tetap melangkah mantap—meski di tengah badai global," pungkas Ode.
Demikian pejuang KPR, tetap semangat dan selamat berjuang di tengah ketidakpastian.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini