JAKARTA, KOMPAS.com – Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencatat pertumbuhan sektor ritel nasional sebesar 1,9 persen selama 2024–2025, di tengah fenomena rombongan jarang beli (rojali) dan rombongan hanya nanya (rohana) yang membanjiri pusat perbelanjaan alias mal.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Iqbal Shoffan Shofwan, mengatakan meski angka tersebut relatif rendah, presentasi ini mengindikasikan bahwa aktivitas di pusat belanja tetap berjalan.
“Yang menyatakan bahwa tingkat pertumbuhan kita tuh 1,9 persen dan itu mengkonfirmasi bahwa masih terjadi pembelian kok, tapi data-datanya nih,” ujar Iqbal saat ditemui di Gedung Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat, Senin (4/8/2025).
Baca juga: Fenomena Rojali dan Rohana
Pusat perbelanjaan terbagi menjadi dua kategori, yakni mal modern yang dikelola berbasis sewa seperti Grand Indonesia atau Senayan City, dan pusat perbelanjaan strata seperti ITC dan WTC, di mana kios dimiliki langsung oleh pedagang.
Ia menilai yang menjadi pekerjaan rumah (PR) adalah pusat perbelanjaan strata, ITC dan WTC.
Sekalipun model mal ini tengah berbenah dengan memanfaatkan sistem omnichannel.
“PR-nya memang ada di yang strata, seperti ITC Mangga Dua, WTC, dan Thamrin City. Tapi sekarang mereka sedang improve, terutama dalam pemanfaatan sistem omnichannel,” paparnya.
Lewat penjualan berbasis omnichannel, para pedagang di pusat grosir mulai memaksimalkan penjualan lintas kanal, baik offline maupun online. Hal ini berdampak positif terhadap aktivitas transaksi, meskipun jumlah pengunjung secara fisik terlihat menurun.
“Apa yang mereka improve? Jadi bahwasannya di pusat perbelanjaan ini, pedagang-pedagang di sana juga sudah memanfaatkan omnichannel. Jadi selain mereka berjualan secara offline, juga memanfaatkan kanal-kanal secara online,” beber Iqbal.
Menurutnya, banyak pengunjung di pusat grosir bukanlah konsumen akhir, melainkan pedagang lain yang membeli dalam skala besar untuk dijual kembali.
“Memang kalau dilihat secara fisik, jumlah traffic-nya memang enggak seramai-ramai tahun sebelumnya. Tapi pembelian tetap saja mungkin bisa jadi karena seperti Thamrin City dan Tanah Abang itu datang di sana bukan konsumen akhir, tapi adalah pedagang-pedagang juga,” katanya.
Menariknya, para pedagang justru tidak banyak mengeluhkan kondisi pasar.
Sebaliknya, mereka aktif berbenah dan beradaptasi dengan tren belanja digital.
Ia berharap ke depan, pusat perbelanjaan berbasis strata bisa makin adaptif dalam menjaga ekosistem dagang yang dinamis di tengah transformasi perilaku konsumen.
Baca juga: Fenomena Rojali Juga Jangkiti Kalangan Menengah Atas, Pengusaha Ungkap Penyebabnya
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini