JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah akan mengalokasikan sebagian dari anggaran pendidikan dan kesehatan untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) sepanjang 2026. Kebijakan ini berdasarkan keputusan Presiden Prabowo Subianto.
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, mengatakan anggaran MBG ditetapkan sebesar Rp 335 triliun di tahun depan. Dari jumlah itu, sekitar Rp 24-27 triliun akan bersumber anggaran kesehatan, sedangkan 44 persen ditopang melalui alokasi dana pendidikan.
Namun, ia menegaskan bahwa keputusan mengenai sumber anggaran program MBG sepenuhnya berada di tangan Presiden, bukan BGN.
”Nah kemudian terkait dengan anggaran ini terserah wilayahnya Pak Presiden ya. Badan Gizi ini hanya diberi, ditanya berapa uang yang dibutuhkan untuk makan gizi dengan asumsi yang demikian saya katakan Rp 335 triliun,” ujar Dadan saat konferensi pers di kawasan Jakarta Pusat, Selasa (19/8/2025).
Baca juga: Dapur Umum MBG 5.905 Unit, BGN Klaim Sudah Layani 205 Juta Kali Penerima Manfaat
Ia memastikan bahwa anggaran MBG senilai Rp 335 triliun tidak seluruhnya diambil dari dana pendidikan. Dana itu dibagi dalam dua pos anggaran, yakni fungsi pendidikan dan fungsi kesehatan.
“Jadi bukan Rp 335 triliun dari pendidikan toh gitu. Jadi Rp 335 triliun itu adalah total yang akan kami gunakan,” paparnya.
Penggunaan anggaran pendidikan diyakini tidak akan mengurangi alokasi program pendidikan yang sudah ada. Itu karena porsi anggaran pendidikan setiap tahun ditetapkan sebesar 20 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.
Dengan asumsi pertumbuhan ekonomi sekitar 5 persen per tahun, otomatis anggaran pendidikan terus meningkat. Kenaikan inilah yang kemudian digunakan untuk membiayai MBG, sehingga tidak mengambil jatah program pendidikan lama.
Baca juga: Anggaran MBG Per Hari Capai Rp 1,2 Triliun, BGN Targetkan 89 Juta Penerima di 2026
Dengan kata lain, bukan berarti Rp 335 triliun seluruhnya berasal dari pendidikan, melainkan kombinasi antara kenaikan alokasi pendidikan akibat pertumbuhan PDB dan sebagian dana dari dana kesehatan.
“Tapi perlu Anda ketahui bahwa GDP kita terus naik dan anggaran pendidikan itu kan 20 persen dari GDP. Dengan kenaikan itu akhirnya anggaran pendidikan semakin lama semakin naik. Jadi ada yang kenaikan di pendidikan yang tahun ini yang sebetulnya tahun lalu belum ada. Jadi kenaikannya itu dialokasikan untuk makan gizi (MBG),” bebernya.
“Jadi sebenarnya hampir tidak mungkin tidak mengganggu yang sudah ada sebelumnya yaitu hitung-hitungannya duitnya. Karena 20 persennya naik selalu benar-benar berbasis total GDP. Nah GDP kita naik 5 persen per tahun. Jadi anggaran pendidikan pun otomatis naik. Nah yang naik 5 persen itu tidak digunakan untuk operasional yang tahun lalu tetapi dialokasikan untuk makan gizi. Gitulah logikanya,” lanjut Dadan.
Baca juga: Prabowo: Aggaran MBG 2026 Sebesar Rp 335 Triliun
Lebih lanjut, Dadan menyebut Presiden menilai program MBG bisa masuk ke dalam banyak aspek sekaligus.
Pemberian makanan bergizi bagi anak sekolah dianggap sebagai bagian dari pendidikan, intervensi gizi untuk ibu hamil dan ibu menyusui dipandang sebagai bagian dari kesehatan, sementara bantuan makanan untuk keluarga miskin dapat dikategorikan sebagai fungsi sosial.
Dengan alokasi yang mencapai ratusan triliun, pemerintah menargetkan 89 juta penerima manfaat bisa terlayani mulai Januari 2026.
Program ini diharapkan tidak hanya menurunkan angka stunting dan kekurangan gizi, tetapi juga menjadi investasi jangka panjang bagi pembangunan sumber daya manusia (SDM) di Tanah Air.
Baca juga: BGN Klaim Perputaran Uang Dapur Umum MBG Rp 800 Miliar Per Tahun
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini