KOMPAS.com - CEO Prince Holding Group, Chen Zhi menjadi sorotan global setelah dituduh sebagai dalang di balik jaringan penipuan kripto internasional senilai 14 miliar dollar AS atau sekitar Rp 232 triliun (kurs Rp 16.620 per dollar AS).
Dalam dakwaan yang diumumkan pekan lalu, Departemen Kehakiman AS menuding Chen mengelola kompleks penipuan di Kamboja yang menipu korban dari berbagai negara.
Departemen Keuangan AS juga menyita bitcoin senilai 14 miliar dollar AS yang disebut terkait dengannya sekaligus menjadi penyitaan aset kripto terbesar dalam sejarah.
Lantas, siapa sebenarnya Chen Zhi dan bagaimana ia membangun kerajaan bisnis hingga diduga memimpin jaringan kejahatan global?
Baca juga: 1.049 Orang Lari ke Thailand Usai Operasi Militer Myanmar Bongkar Sindikat Penipuan Online
Dilansir dari BBC, Minggu (26/10/2025), Chen Zhi dibesarkan di Provinsi Fujian, China tenggara. Ia memulai bisnis dari perusahaan gim daring kecil sebelum pindah ke Kamboja sekitar tahun 2010 atau 2011 dan terjun ke sektor properti.
Kedatangannya bertepatan dengan ledakan investasi asing, terutama dari China, yang mengubah wajah Phnom Penh dan kota pesisir Sihanoukville menjadi kawasan penuh gedung pencakar langit, kasino, dan proyek properti besar.
Pada 2014, Chen menjadi warga negara Kamboja dengan investasi minimal 250.000 dollar AS atau sekitar Rp4,15 miliar. Status kewarganegaraan ini memberinya hak untuk membeli tanah atas nama pribadi.
Namun, sumber kekayaannya tetap menjadi misteri. Dalam dokumen pembukaan rekening di Isle of Man pada 2019, ia mengaku mendapat modal 2 juta dollar AS (sekitar Rp 33,24 miliar) dari pamannya untuk bisnis properti pertama, tanpa bukti pendukung.
Baca juga: Wamenkeu Thailand Mundur, Dituduh Terlibat Penipuan Online Kamboja
Tahun 2015, Chen mendirikan Prince Group, yang fokus pada pengembangan properti. Ia memperluas bisnis ke sektor keuangan dengan mendirikan Prince Bank pada 2018 dan menambah kewarganegaraan Siprus serta Vanuatu.
Konglomerasi itu merambah berbagai sektor, dari hotel bintang lima hingga proyek “Bay of Lights” senilai 16 miliar dollar AS atau sekitar Rp 265,9 triliun.
Pada 2020, Chen dianugerahi gelar kehormatan Neak Oknha oleh Raja Kamboja, setelah sebelumnya menjadi penasihat Menteri Dalam Negeri Sar Kheng serta menjalin hubungan dengan mantan Perdana Menteri Hun Sen dan putranya, Hun Manet.
Ia juga dikenal lewat kegiatan filantropi, seperti memberikan beasiswa bagi pelajar kurang mampu dan donasi untuk penanganan pandemi Covid-19.
“Semua orang yang pernah bekerja dengannya menggambarkan Chen sebagai sosok sopan dan tenang,” kata jurnalis Jack Adamovic Davies, yang meneliti Chen selama tiga tahun untuk Radio Free Asia.
Baca juga: Lolos dari Pusat Penipuan Online Kamboja, 97 WNI Akan Dipulangkan
Tahun 2019 menjadi titik balik. Gelembung properti di Sihanoukville pecah setelah pemerintah Kamboja melarang perjudian daring di bawah tekanan Beijing.
Sekitar 450.000 warga China meninggalkan kota itu, membuat banyak proyek properti terbengkalai.