"Jadi menarik untuk dilihat walaupun belum tampak gabungan (kekuatan) antara air (udara), cyber (siber) dengan space (antariksa) dalam konflik yang terjadi di Rusia dan Ukraina," kata Andi, dikutip dari Tribunnews.com, Kamis (31/3/2022).
Sepanjang konflik Rusia ke Ukraina yang dimulai pada 2022, kedua negara menggunakan drone, baik sebagai alat pengintaian maupun penyerangan.
Ukraina menggunakan drone Bayraktar TB2 buatan Turki, sedangkan Rusia menggunakan Shahed-136 buatan Iran.
Meski demikian, fungsi utama drone dalam konflik Rusia-Ukraina cenderung mengarah para pengintaian, terutama pengamatan posisi artileri lawan.
Diketahui, selain Rusia dan Ukraina, ada pula Iran-Israel yang berkonflik menggunakan drone.
Dikutip Kompas.id, sejumlah pemberitaan media massa menyebut bahwa Iran menggunakan setidaknya 200 drone Shahed-136.
Akan tetapi, sejumlah media Israel melaporkan, Iran meluncurkan drone Shahed-238 bermesin jet.
Drone Shahed-238 ini diklaim dapat melakukan perjalanan tiga kali lebih cepat dibandingkan Shahed-136s atau versi pengembangan dari tipe Shahed-136.
Shahed-238 dilengkapi kepala pemandu radar yang berfungsi sebagai analogi rudal antiradar yang menargetkan emisi dari radar pencari.
Dari sejumlah pengamat, fitur inilah yang memungkinkan Shahed-238 mampu menetralisasi dan menembus wilayah udara Israel.
Peperangan generasi kelima itu direspons oleh Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto untuk mengoptimalkan satuan siber dan satuan drone.
Selain itu, Agus juga memandang pentingnya doktrin peperangan di TNI perlu disesuaikan dengan perkembangan lingkungan strategis yang ada.
Pasalnya, ia membandingkan penggunaan alat dan senjata dalam peperangan saat ini telah berubah jika dibandingkan 10 tahun lalu.
"Sekarang bertempurnya kalau rekan-rekan lihat di Ukraina, di Palestina itu sudah menggunakan siber, drone," kata Agus usai Upacara Serah Terima Jabatan KSAD di Mabesad Jakarta pada Jumat (1/12/2023).
"Dan nanti juga kita akan membuat satuan atau mengoptimalkan satuan siber yang sudah ada. Kemudian kita juga akan mengoptimalkan juga satuan drone," sambung dia.
Litbang Kementerian Pertahanan RI mencatat, keseriusan RI untuk menggarap drone sebagai bagian dari sistem pertahanan sudah dimulai sejak 2017 atau periode pertama kepemimpinan Presiden Jokowi.
Rajawali 720 adalah drone pertama buatan dalam negeri yang berfungsi sebagai pesawat pengintai dan dilengkapi kamera yang menghasilkan gambar ataupun video.
Pesawat tanpa awak itu memiliki kemampuan terbang hingga ketinggian 8.000 meter dengan kecepatan mencapai 135 kilometer per jam.
Kemenhan RI kemudian menunjuk sembilan perusahaan yang tergabung dalam industri strategis dalam negeri untuk mengembangkan drone ke depannya.
Melansir Kompas.id, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), dan sejumlah universitas, termasuk dalam sembilan industri yang diharapkan mampu memproduksi drone untuk kepentingan militer di Indonesia.
Tercatat, hingga kini TNI telah memperkenalkan sejumlah drone kepada publik, antara lain Schiebel Camcopter S-100 buatan Austria yang dimiliki oleh Pusat Penerbangan TNI Angkatan Laut (Puspenerbal).
Baca juga: KSAU Ungkap Prabowo Janjikan Drone dengan Teknologi BLOS untuk TNI AU
Drone tersebut diklaim mampu terbang hingga 10 jam dan memiliki kecepatan maksimum hingga 220 kilometer per jam dengan ketinggian terbang maksimum 5.500 meter.
Kemudian ScanEagle buatan Amerika Serikat (AS) diklaim mampu terbang setinggi 5.943 meter. Drone ini diklaim bertahan di udara selama 24 jam.
Selain itu, ada CH-4 buatan China yang merupakan drone tempur berjenis medium altitude long endurance (MALE) dengan satelit Beyond Line of Sight (BLOS).
Ada juga buatan dalam negeri yakni Elang Hitam dengan jenis MALE. Drone ini mampu terbang mencapai ketinggian 9.000 meter.
Elang Hitam diinisiasi oleh konsorsium Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Kementerian Pertahanan, TNI AU, PT Dirgantara Indonesia, dan PT Len Industri.
Namun, pada September 2022, BRIN resmi mengalihkan proyek drone kombatan Elang Hitam dari platform militer ke versi sipil.
Sejumlah drone lainnya juga kekinian ditampilkan pada puncak perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-79 TNI pada 5 Oktober 2024 di Lapangan Silang Monas, Jakarta.
Misalnya, drone geospasial, drone surveillance, drone combat taktis dan drone angkut logistik.
Drone-drone tersebut memiliki keunggulan teknologi yang dapat diintegrasikan ke dalam strategi, taktik, dan prosedur operasional untuk mendukung tugas pokok TNI.
Baca juga: Ini Deretan Drone yang Ikut Parade Alutsista HUT Ke-79 TNI, Masing-masing Punya Fungsi Berbeda
Hingga kini, kekuatan pertahanan negara masih bergantung pada kekuatan TNI Angkatan Udara yang memiliki dua skuadron pesawat nirawak di Pontianak, Kalimantan Barat, dan Natuna.