Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Istri Munir: Penulisan Ulang Sejarah Hanya untuk Cuci bersih Pelanggaran HAM

Kompas.com - 15/08/2025, 18:15 WIB
Kiki Safitri,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Aktivis HAM sekaligus istri almarhum Munir Said Thalib, Suciwati, menilai, upaya penulisan ulang sejarah merupakan upaya mencuci bersih kasus-kasus pelanggaran HAM berat dan memberikan narasi yang positif terhadap rezim saat ini.

“Karena kan kita melihat kecenderungan dari penulisan sejarah ini kan hanya cuci bersih,” kata Suciwati, di Jakarta, Jumat (15/8/2025).

Dia mengatakan, penulisan ulang sejarah hanya berpotensi menghadirkan kebohongan.

Dia juga melihat bahwa pergantian kekuasaan selalu melahirkan kebohongan demi kebohongan.

Baca juga: Istri Munir: Penulisan Ulang Sejarah Hanya Kebohongan, Terutama Kasus Pelanggaran HAM Berat

“Bukan hanya kekhawatiran ya, ini soal di mana kita melihat rekam jejak di mana rezim ini silih berganti, yang ditulis selalu kebohongan,” ujar Suciwati.

Dia mengeluhkan bahwa janji pemerintah selama ini yang tidak kunjung direalisasikan semakin memperkuat anggapan bahwa kasus pelanggaran HAM, termasuk kasus pembunuhan Munir, tidak pernah ditangani secara serius.

“Jadi, mereka tidak malu-malu membuat statement dan tidak juga kemudian direalisasi,” ujar dia.

“Terutama dalam kasus-kasus pelanggaran HAM berat. Bahkan, terhadap kasus Munir sudah berapa kali presiden berjanji kan,” tambah dia.

Suciwati menilai, penulisan sejarah seharusnya dilakukan oleh pihak yang berkompeten dan independen, bukan oleh penguasa.

“Sejarah itu tidak boleh penguasa yang menulis, karena sejarah itu harusnya yang menulis adalah organik dari orang-orang yang memang kompeten, apakah itu sejarawan ataupun orang-orang yang selama ini biasa berbicara dan kemudian dinarasikan, ditulislah atau apa dalam kasus-kasus pelanggaran HAM berat,” ucapnya.

Baca juga: Bupati Pati Sudewo Kembalikan Uang Kasus Korupsi DJKA, KPK: Tak Hapus Unsur Pidananya

Ia menyebut, saat ini para korban mulai menuliskan kisah mereka sendiri sebagai bentuk perlawanan terhadap upaya "cuci bersih" sejarah.

“Kita kan sudah mulai juga menuliskan, teman-teman korban untuk mulai juga menulis kisah mereka dan sebagainya,” ujar dia.

“Di situ juga tidak dituliskan seperti yang selama ini dilakukan oleh mereka (rezim), mengingkari korban. Bahwa kejahatan kemanusiaan itu tidak ada,” ungkapnya.

Ia menekankan bahwa rakyat harus mengambil peran dalam menuliskan sejarah agar suara korban pelanggaran HAM tidak diabaikan.

Upaya itu, menurutnya, kini dilakukan dengan masuk ke ruang-ruang sekolah bersama para guru sejarah untuk menyebarkan kisah para korban pelanggaran HAM.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau