JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah melalui Wakil Menteri Hukum, Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej, menegaskan bahwa polisi boleh menduduki jabatan sipil non-kepolisian asalkan ditugaskan oleh Kapolri dan polisi itu mundur.
Hal ini disampaikan Eddy dalam sidang uji materi UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia di Ruang Sidang Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (8/9/2025).
Eddy mendalilkan, penugasan tersebut sudah diatur secara perinci melalui Pasal 28 ayat 3 Undang-Undang Kepolisian yang sedang digugat.
"Apabila dibaca secara utuh, tafsir dari ketentuan norma ini adalah anggota kepolisian dapat menduduki jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian, atau jabatan tersebut berdasarkan penugasan dari Kapolri untuk yang telah pensiun atau mengundurkan diri," kata dia dalam sidang perkara 114/PUU-XXIII/2025.
Baca juga: MK Tidak Terima 2 Pemohonan Gugatan UU Polri
"Dan sebaliknya, terhadap anggota kepolisian yang masih aktif dapat menduduki jabatan yang mempunyai sangkut paut dengan kepolisian atau jabatan tersebut berdasarkan penugasan dari Kapolri," ucapnya lagi.
Menurut Eddy, Kepolisian berada di bawah presiden yang dipimpin oleh Kapolri dalam pelaksanaan tugasnya.
Hal ini sama dan berlaku juga untuk aparatur sipil negara lainnya, yaitu presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi pemerintahan, sehingga pengaturan anggota polisi aktif menduduki jabatan di luar kepolisian telah diatur juga di peraturan perundangan lain yang mengatur tentang kepegawaian dan sipil negara.
Baca juga: Frasa Dalam UU Polri Ini Dinilai Rugikan Hak Konstitusional Pengacara
Eddy juga menjelaskan, Undang-Undang Polri menampung pula pengaturan tentang keanggotaan Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1969 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.
"Yang meliputi pengaturan tertentu mengenai hak anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, baik hak kepegawaian maupun hak politik, dan kewajibannya tunduk pada kekuasaan peradilan umum," tuturnya.
Perkara ini diajukan oleh Syamsul Jahidin yang menggugat Pasal 28 Ayat (3) dan Penjelasan Pasal 28 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri).
Alasan mereka menggugat adalah karena saat ini banyak anggota polisi aktif yang menduduki jabatan-jabatan sipil pada struktur organisasi di luar Polri, di antaranya Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Sekjen Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Wakil Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), dan Kepala Badan Nasional Peanggulangan Terorisme (BNPT).
Baca juga: Wamenkum Sebut Jokowi Pernah Minta Polisi Aktif Bisa Duduki Jabatan Sipil
Para anggota polisi aktif yang menduduki jabatan-jabatan tersebut tanpa melalui proses pengunduran diri atau pensiun.
Hal ini dinilai bertentangan dengan prinsip netralitas aparatur negara, menurunkan kualitas demokrasi dan meritokrasi dalam pelayanan publik, serta merugikan hak konstitusional pemohon sebagai warga negara dan profesional sipil untuk mendapat perlakuan setara dalam pengisian jabatan publik.
Pemohon juga menilai, norma pasal tersebut secara substantif menciptakan dwifungsi Polri karena bertindak sebagai keamanan negara dan juga memiliki peran dalam pemerintahan, birokrasi, dan kehidupan sosial masyarakat.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini