JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR Nazaruddin Dek Gam mengungkap alasan Wakil Ketua DPR nonaktif Adies Kadir dilaporkan ke pihaknya.
Adies Kadir dilaporkan ke MKD akibat pernyataannya soal tunjangan anggota DPR yang akhirnya memicu reaksi di masyarakat.
Hal tersebut Dek Gam ungkapkan dalam persidangan MKD di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (3/11/2025).
"Pada tanggal 4, 9, dan 30 September 2025 yang lalu, Mahkamah Kehormatan Dewan telah menerima pengaduan yang mengadukan sejumlah anggota DPR RI atas dugaan pelanggaran kode etik. Antara lain, satu, teradu satu saudara Adies Kadir atas pernyataan terkait tunjangan anggota DPR RI yang keliru dan menimbulkan reaksi luas dalam masyarakat," ujar Dek Gam.
Baca juga: MKD Sidangkan Kasus Sahroni dkk, Deputi Persidangan DPR Jadi Saksi Pertama
Sebagai informasi, MKD menggelar sidang perdana terhadap lima anggota DPR nonaktif seusai aksi unjuk rasa 25-31 Agustus 2025.
Sidang perdana pada Rabu (29/10/2025), beragendakan registrasi perkara sekaligus pendalaman laporan, sehingga tidak perlu dihadiri oleh anggota DPR RI nonaktif yang menjadi teradu.
Adapun para anggota DPR yang diadukan adalah Sahroni dan Nafa Urbach dari Fraksi Partai Nasdem, Adies Kadir dari Fraksi Golkar, serta Surya Utama (Uya Kuya), dan Eko Hendro Purnomo (Eko Patrio) dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN).
Baca juga: Kenapa MKD DPR Menolak Pengunduran Diri Keponakan Prabowo, Rahayu Saraswati?
Ketua MKD DPR Nazaruddin Dek Gam membuka sidang kasus 5 anggota DPR non-aktif di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (3/11/2025). Diketahui, Adies Kadir diketahui merupakan Wakil Ketua DPR yang pernyataannya soal tunjangan anggota dewan disorot publik pada akhir Agustus 2025.
Dalam wawancara dengan wartawan pada Selasa (19/8/2025), Adies menyebut anggota DPR memang mendapatkan sejumlah kenaikan tunjangan. Salah satunya adalah tunjangan beras, dari sekitar Rp 10 juta menjadi Rp 12 juta per bulannya.
"Tunjangan-tunjangan beras kami cuma dapat Rp 12 juta dan ada kenaikan sedikit dari (Rp) 10 (juta) kalau tidak salah," ujar Adies di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (19/8/2025).
Baca juga: Gerindra Tak Terima Rahayu Saraswati Mundur dari DPR
Selain beras, anggota DPR juga mendapatkan kenaikan tunjangan bensin. Di mana sebelumnya sebesar Rp 4 juta hingga Rp 5 juta menjadi Rp 7 juta per bulan.
Terdapat pula tunjangan rumah sebesar Rp 50 juta yang didapatkan oleh anggota DPR setiap bulannya. Tunjangan itu diberikan karena saat ini para legislator tidaklah lagi mendapatkan rumah dinas.
"Saya kira make sense (masuk akal) lah kalau Rp 50 juta per bulan. Itu untuk anggota, kalau pimpinan enggak dapat karena dapat rumah dinas," ujar Adies.
Baca juga: Bahlil Targetkan Perolehan Kursi Golkar Naik Saat Pemilu 2029
Logo Partai GolkarAkibat pernyataannya itu, Partai Golkar resmi menonaktifkan Adies Kadir menonaktifkan Adies Kadir dari Fraksi Partai Golkar DPR, pada Minggu (31/8/2025).
Keputusan menonaktifkan Adies Kadir diambil partai berlambang pohon beringin itu setekah melihat eskalasi demonstrasi yang meningkat di sejumlah wilayah.
"Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar resmi menonaktifkan saudara Adies Kadir sebagai Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar, terhitung sejak Senin, 1 September 2025," kata Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Muhammad Sarmuji dalam keterangan resmi, Minggu (31/8/2025).
Baca juga: Golkar soal Pelaporan Meme Bahlil: Agar Medsos Tidak Melampaui Batas
Adies Kadir yang sudah dinonaktifkan tidak lagi menerima gaji dan tunjangan anggota DPR. Sarmuji menjelaskan, gaji dan tunjangan tersebut menjadi salah satu yang membedakan antara anggota DPR aktif dengan nonaktif.
"Anggota DPR yang dinyatakan nonaktif semestinya berkonsekuensi logis, tidak menerima gaji dan termasuk segala bentuk tunjangan," ujar Sarmuji.
Sarmuji menyampaikan hal tersebut, karena publik masih berdebat apakah anggota DPR nonaktif masih menerima gaji beserta tunjangan atau tidak.
Baca juga: Golkar Dukung Soeharto Jadi Pahlawan: Berjasa Besar Jaga Stabilitas Nasional
Anggota DPR yang diputuskan nonaktif oleh partai politik, tanggung jawab dan haknya sebagai legislator otomatis hilang.
"Kalau sudah nonaktif, artinya terhalang atau tidak melakukan fungsi kedewanan. Kalau tidak menjalankan tugas, ya, haknya juga hilang. Hal ini bagian dari mekanisme yang adil dan transparan," ujar Sarmuji.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang