JAKARTA, KOMPAS.com - Informasi yang menyebutkan Malaysia telah menyalip Indonesia sebagai pasar kendaraan roda empat terbesar di ASEAN pada paruh pertama 2025 menarik perhatian banyak pelaku industri otomotif.
Namun, Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Kukuh Kumara, menegaskan bahwa berdasarkan data resmi dari ASEAN Automotive Federation (AAF), Indonesia masih memimpin pasar otomotif di kawasan ini.
Baca juga: Bahaya Impor Mobil Listrik, Hambat Produksi Dalam Negeri
Ilustrasi penjualan mobilMeskipun Indonesia tetap berada di posisi teratas, Kukuh mengakui bahwa tren pertumbuhan agresif Malaysia perlu diperhatikan.
Dalam beberapa tahun terakhir, penjualan mobil di Malaysia menunjukkan pertumbuhan yang pesat, bahkan mampu melampaui Thailand, yang sebelumnya menjadi pesaing terdekat Indonesia. “Thailand jelas sudah dikalahkan Malaysia dari sisi penjualan domestik. Kita harus belajar dari situ, karena Thailand, meski agresif mendorong transisi ke electric vehicle, justru ada tiga pabrik yang tutup,” ujarnya saat ditemui di Jakarta, Senin (25/8/2025).
Salah satu faktor utama yang menyebabkan lonjakan penjualan mobil di Malaysia adalah kebijakan perpajakan yang lebih ringan.
Kukuh mengungkapkan, “Dari sisi perpajakan, Avanza di sana pajaknya cuma Rp 5 juta. Itu masalah. Sekian tahun lalu, orang dari US Automotive Council bilang ke saya, ‘pajak kamu yang tertinggi di dunia,’ dan memang benar.” Di Indonesia, pajak kendaraan saat ini berkontribusi sekitar 50–80 persen terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD), menjadikannya tantangan tersendiri untuk melakukan reformasi.
Baca juga: Penjualan Motor Listrik Hanya 11.000 Unit pada Semester I/2025
Suasana pameran IIMS 2024Kukuh percaya bahwa potensi pasar Indonesia masih sangat besar jika tantangan terkait pajak dan investasi dapat diatasi. “Bayangkan kalau industri kita 3 juta unit seperti di Meksiko, akan sangat luar biasa. Orang akan datang ke sini untuk investasi," tambahnya.
Selain isu pajak dan investasi, Kukuh juga menyoroti bahwa Indonesia tertinggal dalam hal riset dan pengembangan (R&D), yang merupakan kunci untuk inovasi dan daya saing industri otomotif. “Kenapa industri otomotif China cepat tumbuh? Karena ada R&D. Kita kan tidak. Kita ngaku saja udah bisa gini gini, bisa bikin ini,” jelas Kukuh.
Di sisi lain, pertumbuhan pasar mobil di Malaysia juga didukung oleh kontribusi merek lokal seperti Perodua dan Proton, yang menguasai 63 persen pasar domestik mereka.
Namun, Kukuh mengingatkan bahwa menjual mobil bukan hanya tentang memproduksi kendaraan. “Bikin mobil itu mudah, bisa bikin apa saja. Tapi bikin mobil yang bisa laku dijual itu satu hal. Bikin mobil yang bisa dijual dan berkelanjutan, itu sisi lain lagi,” ungkapnya.
Baca juga: Mobil Dirusak Massa Demonstran, Bisa Klaim Asuransi?
Data penjualan mobil ASEANKlaim bahwa Malaysia telah menyalip Indonesia dalam penjualan mobil domestik banyak dibicarakan setelah beberapa media asing membandingkan data penjualan masing-masing negara.
Namun, Kukuh, yang juga menjabat sebagai Sekretaris Umum AAF, membantah hal tersebut. "Menurut data AAF yang menaungi otomotif di ASEAN, data kita baru sampai Mei 2025 dan Indonesia masih unggul," tegasnya.
Total penjualan kendaraan di Indonesia mencapai 316.981 unit, sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan Malaysia yang mencatat 314.019 unit.
Meski terdapat perbedaan dalam kategori penjualan mobil penumpang, di mana Malaysia memimpin dengan 292.430 unit, Kukuh menekankan pentingnya menggunakan data resmi dari AAF untuk membandingkan secara akurat.
Walaupun Indonesia masih memimpin pasar otomotif ASEAN, Kukuh mengakui bahwa pasar nasional tengah menghadapi tantangan, terutama dalam hal daya beli masyarakat.
Menurut data BPS, jumlah kelas menengah di Indonesia mengalami penurunan dari 21,4 persen pada 2019 menjadi 17,1 persen pada 2025. “Memang benar saat ini kita sedang mengalami perlambatan dan pengurangan kelas menengah. Tapi kan semua negara juga mengalami hal serupa,” pungkas Kukuh.
Baca juga: Review Pengguna BYD Dolphin Selama 1 Tahun, Ini Plus Minusnya
Dengan sejumlah tantangan yang ada, strategi industri otomotif Indonesia perlu terus diperkuat melalui insentif pajak, peningkatan R&D, dan pembangunan merek lokal yang kuat agar dapat tetap bersaing di kancah internasional.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang