PONTIANAK, KOMPAS.com – Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding, menargetkan lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebagai solusi untuk memenuhi lonjakan permintaan tenaga kerja luar negeri yang mencapai 1,7 juta orang.
“Permintaan tenaga kerja dari luar negeri sampai Mei kemarin mencapai 1,7 juta. Sementara yang baru bisa kita isi hanya 297.000,” ungkap Karding saat meninjau Sekolah Menengah Teknik Industri (SMTI) Pontianak, pada Jumat (20/6/2025).
Dengan demikian, masih terdapat sekitar 1,4 juta lowongan yang belum terisi.
Baca juga: Jumlah Tenaga Kerja Asing di Buleleng Meningkat, Terbanyak dari China untuk Sektor Energi
Karding menjelaskan, lonjakan permintaan tenaga kerja ini merupakan peluang besar, terutama di tengah tekanan bonus demografi yang menambah sekitar 4 juta angkatan kerja baru setiap tahun.
Ia menyatakan, pemerintah sedang memperluas sosialisasi ke daerah, termasuk ke sekolah vokasi, untuk menyiapkan sumber daya manusia yang siap bersaing secara global.
“Kalau tidak tersalurkan, yang pusing pemerintah pusat dan daerah. Maka kami tawarkan opsi bekerja ke luar negeri dengan jalur resmi,” tambah Karding.
Di SMTI Pontianak, Karding mencatat bahwa sebagian besar siswa menunjukkan minat untuk bekerja di Jepang.
Baca juga: Di Tengah Fase Kontraksi, Pelaku Industri Manufaktur RI Masih Percaya Diri Tambah Tenaga Kerja
Ia menegaskan bahwa kesiapan kurikulum sekolah sudah mendukung, terutama di bidang teknologi mesin.
Karding berencana untuk menggandeng pemerintah daerah dalam menyiapkan lembaga pelatihan bahasa Jepang.
“Kurikulumnya sudah selevel Jepang. Setelah mereka tahu bahwa kerja di luar negeri itu gajinya bagus, dapat pengalaman, rata-rata tertarik. Tinggal kita bantu lewat pelatihan bahasa,” jelas Karding.
Ia juga menyebutkan bahwa terdapat lebih dari 700 jenis jabatan yang saat ini dibutuhkan oleh negara-negara mitra, mulai dari perawat, caregiver, operator mesin, hingga pilot dan insinyur.
Meski mendorong penempatan tenaga kerja ke luar negeri, Karding mengingatkan pentingnya proses yang dilakukan secara resmi.
Baca juga: Jerman Butuh 400 Ribu Tenaga Kerja, Ini Langkah Indonesia
Ia menekankan perlunya perlindungan hukum dan kontrak kerja.
“Kalau lewat jalur resmi, ada kontrak yang melindungi—jam kerja, tempat tinggal, jaminan keselamatan. Tapi kalau berangkat ilegal, risikonya besar: eksploitasi, perdagangan orang, bahkan kekerasan,” tegas Karding.
Pemerintah, lanjut Karding, terus menggencarkan literasi migrasi aman agar siswa dan masyarakat tidak terjebak bujuk rayu sindikat penyalur tenaga kerja ilegal.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini