PEKANBARU, KOMPAS.com - Persoalan perambahan hutan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) di Kabupaten Pelalawan, Riau, belum usai.
Meski lahan kawasan hutan yang dikuasai telah disita pemerintah, ribuan warga yang ada di dalamnya belum meninggalkan lokasi.
Pengamat hukum Riau, Aspandiar, meminta pemerintah harus tegas dan lebih serius menertibkan para pelaku perambah hutan.
Sebab, hutan konservasi TNTN merupakan habitat bagi banyak satwa, terutama gajah sumatera.
Baca juga: 23 Gajah Sumatera Mati di TNTN, Habitat Rusak dan Diracun
"Satwa seperti gajah sumatera dan harimau sumatera di TNTN, itu kan hewan yang dilindungi pemerintah. Tapi, rumah mereka dirambah dan berubah fungsi menjadi perkebunan. Jadi, pemerintah harus tegas menindak pelaku perambah hutan ini agar kembalinya fungsi hutan," kata Aspandiar saat diwawancarai wartawan di Pekanbaru, Senin (30/6/2025).
Aspandiar turut menyoroti adanya pengusaha sawit yang mengembalikan kebunnya di TNTN ke negara.
Kebun yang diserahkan sukarela ke negara dengan luas 401 hektar.
Namun, di balik prosesi simbolis penyerahan itu, dia menyebut praktik semacam ini sebagai preseden buruk.
"Sudah merambah hutan jadi kebun sawit ratusan hektar, terus dikembalikan ke negara, urusan selesai," kata Aspandiar.
Baca juga: Kompleksitas Sawit di Tesso Nilo adalah Buah Ketidaktegasan Pemerintah
Menurutnya, hukum seolah-olah sedang mogok jalan.
Tak bisa dimungkiri, peristiwa ini terjadi di tengah menguatnya desakan publik agar negara serius menyelamatkan kawasan konservasi.
Apalagi Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) dibentuk lewat Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025.
"Tapi, jika hasilnya hanya pengembalian lahan secara sukarela, lalu selesai begitu saja, publik patut bertanya, buat apa semua itu?" ujarnya.
Baca juga: Kepala Balai TNTN Diancam Usai Tangkap Perambah Hutan Lindung di Riau
Seperti diketahui, 40.000 hektar lebih hutan TNTN di Kabupaten Pelalawan, Riau, dirambah dan dijadikan perkebunan kelapa sawit.
Selain perkebunan, kawasan hutan lindung ini sebagian besar juga sudah menjadi permukiman. Ada ribuan orang yang bermukim di sana.
Kondisi ini semakin mengancam populasi gajah sumatera, sebagai salah satu habitat utamanya.
Beberapa pekan lalu, Satgas PKH menertibkan lahan dalam kawasan hutan tersebut.
Warga diminta relokasi mandiri dan diberi waktu selama 3 bulan. Namun, warga menolak dengan dalih lahan itu sudah dibeli.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang