MAKASSAR, KOMPAS.com - Wakil Menteri (Wamen) Hak Asasi Manusia (HAM), Mugiyanto, buka suara menanggapi sorotan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam gelombang unjuk rasa yang terjadi di Indonesia belakangan ini.
Mugiyanto menegaskan pihaknya sudah melakukan investigasi sebelum PBB memberikan sorotan.
"Kita sedang melakukan itu. Kami ingin memastikan bahwa tanpa ada permintaan dari PBB pun kami sudah melakukan upaya-upaya tersebut," ujar Mugiyanto usai menjenguk salah satu anggota Satpol PP DPRD Makassar yang menjadi korban kerusuhan, saat dirawat di RS Primaya, Kamis (4/9/2025).
Baca juga: Massa Aksi Serba Hitam Datangi DPRD DIY, Tolak Iringan Sambutan Musik
Mugiyanto menegaskan pemerintah memiliki tanggung jawab penuh dalam menangani kasus kekerasan maupun dugaan pelanggaran HAM.
"Karena itu memang menjadi tanggung jawab pemerintah untuk memastikan kalau ada persoalan kekerasan, ada juga pelanggaran Hak Asasi Manusia, pemerintah turun," kata dia.
Ia mencontohkan penanganan kasus meninggalnya Affan Kurniawan yang terlindas mobil rantis Polri.
Penanganan kasus itu diawasi langsung oleh Kementerian HAM, termasuk Kompolnas, serta Komnas HAM.
"Putusan sudah diberikan, putusan etik, sudah ada pemberhentian. Jadi, kita sudah jalankan apa yang harus dilakukan," ungkap dia.
Terkait desakan PBB, Mugiyanto menegaskan Indonesia tetap konsisten menghormati HAM dan demokrasi.
Ia juga memastikan investigasi yang dilakukan pemerintah sejalan dengan program Asta Cita Presiden Prabowo Subianto.
"Kalau dirasa perlu, kami nanti akan datang ke Jenewa, ke sidang Dewan HAM PBB pada akhir bulan ini," ujarnya.
Ia menambahkan, Presiden Prabowo telah menegaskan kepada Polri agar berpegang pada ICCPR atau Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik.
"Itu menjamin kebebasan berekspresi dan bersuara, tapi harus dilakukan secara damai. Itu sudah dijamin pemerintah, kita menghormati dan melindungi," tutup dia.
Untuk diketahui, Kantor Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyoroti peristiwa aksi unjuk rasa yang berujung pada anarkisme dan penjarahan di Indonesia yang terjadi pada 25, 28, 30, dan 31 Agustus 2025.
Atensi ini disampaikan langsung oleh juru bicara Kantor HAM PBB, Ravina Shamdasani, melalui keterangan videonya, Senin (1/9/2025).
“Kami mengikuti dengan cermat rangkaian kekerasan di Indonesia dalam konteks protes nasional atas tunjangan DPR, langkah-langkah penghematan, dan dugaan penggunaan kekuatan yang tidak perlu atau berlebihan oleh aparat keamanan," katanya.
Ravina mengatakan, pemerintah bersama DPR sebagai pihak berwenang harus menjunjung tinggi hak untuk berserikat, berkumpul, dan kebebasan berpendapat dengan tetap mempertimbangkan norma ketertiban internasional.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini