SURABAYA, KOMPAS.com - Pengusaha India di toko bernama D'Fashion Textile and Tailor membuat giliran karyawan Shalat Jumat secara bergantian, tak menerima sanksi.
Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji mengatakan, karyawan tersebut, mengaku tidak diperbolehkan untuk shalat Jumat secara bersamaan.
Karyawan yang masuk dalam Grup A yang Shalat Jumat, sedangkan Grup B yang menjaga toko.
Kemudian bergilir pada pekan depannya, Grup A yang menjaga toko, Grup B yang Shalat Jumat.
Armuji pun mendatangi langsung, toko yang berada di Jalan Basuki Rahmat, Kecamatan Genteng, untuk sidak pada Rabu (23/4/2025).
Lalu, pemiliknya mengakui kesalahannya dan berniat mengubahnya.
"Dia (pemilik toko) kooperatif, mau mendengarkan. Dia punya kesadaran, mau diingatkan kalau ini (Shalat Jumat dibatasi) salah dan peraturan pemerintah enggak seperti itu," kata Armuji, Kamis (24/4/2025).
Baca juga: Armuji Geram Pengusaha India Gilir Karyawan untuk Shalat Jumat dengan Dalih Tetap Layani Pembeli
Lebih lanjut, Armuji pun menyarankan, kepada pengusaha di Surabaya untuk menaati peraturan pemerintah.
Hal tersebut, untuk menghindari permasalahan antara karyawan dengan tempat usaha.
"Saran kita (Pemkot Surabaya) ikuti saja aturan ketenagakerjaan, saya kira kalau (pengusaha) mengikuti aturan ketenagakerjaan semuanya akan lancar," ujar dia.
"(Semuanya) kan dilindungi, masalah perusahaan dilindungi, masalah pekerja dilindungi, pemerintah tidak membedakan," kata dia.
Diberitakan sebelumnya, Armuji menyebut, mengetahui adanya perkara itu setelah salah satu karyawan toko D'Fashion Textile and Tailor, bernama Johan mengadukan masalah itu ke rumah aspirasi.
Akhirnya, Armuji memutuskan, untuk mendatangi toko penyedia kain serta baju yang berada di Jalan Basuki Rahmat, Kecamatan Genteng, untuk mengkonfirmasinya.
Kemudian, Armuji menyarankan, kepada pemilik toko untuk memaksimalkan pekerja lain yang tidak menuaikan Shalat Jumat.
Karena, toko tekstil tersebut memiliki sekitar 30 karyawan.
Akan tetapi, pengusaha India tersebut sempat mengelak sudah membangun musolah di atas tokonya. Sedangkan, Armuji memberikan pengertian, Shalat Jumat harus dilakukan di masjid.
Selanjutnya, kata Armuji, ada masalah gaji yang tidak sesuai dengan UMR, namun jam kerja sampai 12 jam.
Selain itu, karyawan juga tidak semua mendapatkan BPJS dari toko tersebut.
"Meskipun yang lembur juga begitu, enggak boleh kerja sampai 12 jam itu. Kalau mau (berlakukan) lembur tanya orangnya (karyawan) mau apa enggak, nanti gajinya ya beda," kata Armuj.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini