Moch S. Hendrowijono
Pengamat Telekomunikasi

Mantan wartawan Kompas yang mengikuti perkembangan dunia transportasi dan telekomunikasi.

kolom

Operator Seluler Akan Perebutkan Pita 2000 MHz

Kompas.com - 11/03/2025, 12:11 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Tidak hanya penyelenggara internet anggota APJII (Asosiari Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) yang jumlahnya lebih dari 1.175, tiga operator, Telkomsel, Indosat Ooredoo Hutchison (IOH) dan XL Smart juga berminat. Dari 80 MHz itu spektrum akan dibagi dua untuk dua pemenang.

Kembali ke spektrum 900 MHz yang akan dilelang Komdigi, semua operator seluler meliriknya, termasuk “bekas pemiliknya”, XL Smart, karena spektrum ini termasuk cantik.

Mendapatkan (kembali) spektrum 900 MHz bagi XL Smart merupakann nilai tambah yang tinggi, karena ekosistem di spektrum ini sudah matang.

Modulnya tinggal plug in di BTS yang ada, beda dengan memperebutkan 700 MHz, walau ada 90 MHz yang akan dilelang.

Baca juga: Operator Seluler Tagih Janji Komdigi

Ekosistem di spektrum 700 MHz masih langka, sehingga operator pemiliknya perlu mengeluarkan biaya modal yang lebih banyak dibanding kalau mengakuisisi 900 MHz.

Hanya saja biaya pemerintah (regulatory cost) untuk spektrum frekuensi 900 MHz yang sudah digunakan operator ini termasuk mahal. Kata seorang petinggi satu operator, BHP frekuensi 900 MHz saat ini sekitar Rp 1 triliun setahun.

Kaidah pasar

Lalu, apakah XL Smart mau mengeluarkan modal perusahaan untuk mendapat spektrum itu yang harganya sekitaran besaran BHP frekuensinya dan menggunakan uang perusahaan.

Belum terpikirkan karena baru dilelang sekitar awal 2027, meskipun spektrum ini diakui cukup cantik, baik untuk layanan 2G yang tersisa maupun 4G – 5G.

Dengan pemilikan pelanggan 2G yang lebih dari 20 juta, Telkomsel misalnya, hanya mengalokasikan 2,5 MHz dari 7,5 MHz yang mereka punya. Sisanya terserap untuk melayani 4G LTE bagi lebih dari 135 juta pelanggannya.

Lelang yang akan jadi tantangan besar tahun 2025 bagi ketiga operator, Telkomsel, IOH dan XL Smart adalah memenangkan 40 MHz di 1,4 GHz, puluhan MHz di 700 MHz, bisa seratusan MHz di 2,6 GHz dan seribuan MHz di spektrum 26 GHz yang akan dilelang tahun ini.

Bukan ukuran lagi seperti biasanya soal alasan sejumlah frekuensi dicabut pemerintah lalu diserahkan atau dijual lelang ke operator yang lebar frekuensinya belum sepadan dengan jumlah pelanggannya.

Telkomsel saja dengan 159 juta pelanggan saat ini sudah mengantungi spektrum frekuensi selebar 195 MHz, masih ingin memenangi semua pelelangan, karena butuh spektrum banyak untuk layanan 5G.

Baca juga: Wacana Perpanjang Whoosh ke Surabaya

Apalagi IOH yang kini lebar spektrumnya jadi di bawah XL Smart, 135 MHz berbanding 152 MHz, yang sangat mungkin berharap mendapat tambahan spektrum segar yang baru.

Pertarungan melelahkan kini menunggu operator untuk mendapat selebar-lebarnya spektrum yang jelas membutuhkan dana yang sangat besar jika menyimak besaran per MHz dari lelang-lelang sebelumnya.

Telkomsel memang paling kuat dan sejahtera. Kedua operator lainnya, IOH dan XL Smart paling bisa mengandalkan perusahaan induk untuk meminjam dana, yang melihat contoh sebelumnya, membuat arus kas mereka limbung.

Apakah pemerintah, Kementerian Komdigi, mau menurunkan patokan harga spektrum yang tidak semahal masa lalu, sementara lelang bagi mereka menjadi salah satu upaya “melawan” efisiensi yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto?

Apakah kaidah pasar membuat harga murah jika pasokan besar, dan harga mahal jika pasokan kecil akan terjadi? Pasalnya, jumlah spektrum yang dilelang tahun ini lebih dari 2000 MHz, sementara sebelumnya paling banyak sekitaran 50 MHz.

Operator wajib punya seratusan MHz untuk layanan 5G. Sementara saat ini frekuensi yang mereka miliki, meski di atas 100 MHz, itu terpecah-pecah dalam beberapa spektrum yang akhirnya membuat layanan telekomunikasi di Tanah Air tertinggal jauh.

Banyak negara yang sudah menyelenggarakan layanan 5G sejak lebih lima tahun lalu, sementara 5G di Indonesia baru sekadar 5G rasa 4G, karena tidak memiliki lebar pita yang cukup.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau