Afif juga menegaskan, transparansi dalam pengelolaan data harus menjadi perhatian utama.
"Selama masih ada pihak internal yang bisa akses dan nggak ada transparansi soal pengelolaan datanya, itu tetap berisiko. Data wajah, lokasi, dan metadata termasuk kategori berisiko tinggi, jadi harusnya dilindungi dengan sistem keamanan dan kebijakan yang benar-benar ketat," tutup Afif.
Baca juga: Polemik Fotografer Pelari di Ruang Publik, Pengamat: Perlu Kode Etik
Sejumlah warganet mengeluhkan hal ini di platform X Twitter. Akun dengan handle @shandya, misalnya, menilai sistem di platform Fotoyu tidak memberi ruang bagi seseorang untuk menolak foto mereka diunggah dan diperjualbelikan di platform tanpa persetujuan.
Ia menyebut, model bisnis seperti ini seharusnya memberikan pilihan bagi pengguna apakah ia setuju dan fotonya diunggah di platform atau tidak. Ia mengatakan, meski tidak memiliki akun dan tidak menyetujui kebijakan privasi, fotografer tetap bisa memotret dan mengunggah foto ke server FotoYu.
Senada dengan Shandya, akun @RadenFarrelDhar juga ikut mengeluhkan fenomena fotografer yang mengunggah foto di Fotoyu. Menurutnya hal ini berkaitan langsung dengan masalah izin (consent) dari si subjek foto.
Raden menilai, persetujuan pengguna di dalam syarat dan ketentuan (Terms and Conditions) Fotoyu, tidak otomatis menggantikan izin dari orang yang difoto.
Kritik serupa juga datang dari akun @BudiDarm, yang menyoroti potensi penyalahgunaan data privasi dan minimnya perlindungan bagi pengguna.
Menurutnya, tren seperti ini sangat tidak sehat dan menunjukkan bukti ketidakpedulian terhadap privasi dan informasi identitas pribadi seseorang.
Melihat fenomena ini, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) buka suara. Menurut Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kementerian Komunikasi dan Digital, Alexander Sabar, fotografer harus mematuhi ketentuan dalam Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP), terutama jika kegiatan pemotretan dilakukan di luar konteks pribadi atau rumah tangga.
"Foto seseorang, terutama yang menampilkan wajah atau ciri khas individu, termasuk kategori data pribadi karena dapat digunakan untuk mengidentifikasi seseorang secara spesifik. Karena itu, setiap kegiatan pemotretan dan publikasi foto wajib memperhatikan aspek etika dan hukum pelindungan data pribadi," kata Alexander kepada KompasTekno.
Selain itu, fotografer juga harus mematuhi ketentuan hak cipta yang melarang pengkomersialan hasil foto tanpa persetujuan dari obyek yang difoto.
Baca juga: Garmin Forerunner 570 dan 970 Resmi, Smartwatch Pelari Baterai Awet 15 Hari
Lebih lanjut menurut Alexander, sesuai UU PDP, setiap bentuk pemrosesan data pribadi mulai dari pengambilan, penyimpanan, hingga penyebarluasan harus memiliki dasar hukum yang jelas, misalnya melalui persetujuan eksplisit dari subjek data.
"Ditjen Wasdig Kemkomdigi mengingatkan bahwa masyarakat memiliki hak untuk menggugat pihak yang diduga melanggar atau menyalahgunakan data pribadi, sebagaimana diatur dalam UU ITE dan UU PDP," lanjut Alexander.
Ia juga mengatakan, Ditjen Wasdig Kemkomdigi ke depan akan mengundang perwakilan fotografer maupun asosiasi seperti AOFI serta PSE terkait untuk berdiskusi dan memperkuat pemahaman terkait kewajiban hukum dan etika fotografi, khususnya dalam konteks pelindungan data pribadi.
KompasTekno juga sudah mencoba menghubungi pihak FotoYu. Namun, hingga berita ini ditayangkan, pihak FotoYu belum memberikan respons.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang