JAKARTA, KOMPAS.com - Evakuasi turis Brasil Juliana Marins berlangsung cukup lama. Total lima hari Unit SAR gabungan berhasil mengangkat tubuh korban kembali ke puncak Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada Rabu (25/6/2025).
Cuaca ekstrem disebut sebagai faktor utama evakuasi Juliana berlangsung cukup lama. Sebab kabut tebal menghalangi kinerja tim SAR mencapai titik lokasi korban di jurang dengan kedalaman sekitar 600 meter.
"Saat kondisi kabut, mata harus betul-betul fokus. Tiba-tiba ada batu jatuh di sini, di sana, kami seperti dilempari batu," ungkap operator tur Gunung Rinjani, Abd Haris Agam alias Agam Rinjani dalam bincang-bincang bersama Consina di Toraja Coffee House Jakarta, Sabtu (28/6/2025).
Baca juga: Kronologi Evakuasi Julina Marins dari Agam Rinjani, Seperti Dilempari Batu Saat Menuruni Jurang
Agam adalah orang yang mengangkut jenazah Juliana dari jurang. Saat itu, Agam membantu Unit SAR Gabungan dan berada di barisan terdepan saat proses evakuasi.
Menurut dia, meski cuaca sempat menghalangi evakuasi Juliana, kondisi ini bukan satu-satunya penghambat pergerakan saat membantu korban, melainkan alat bantu evakuasi.
Kehadiran Agam ditunggu-tunggu tim SAR gabungan di Gunung Rinjani. Bukan hanya karena kemampuannya mengevakuasi korban, saat itu, Agam juga diminta membawa tali tambahan.
Agam bergegas mengambil tambahan tali 600 meter di Kantor SAR NTB sebelum tiba di Gunung Rinjani pada Senin (23/6/2025).
Badan Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) saat mengevakuasi jasad Juliana Marins, pendaki asal Brasil yang terjatuh di Gunung Rinjani, Pulau Lombok, Nisa Tenggara Barat, Senin (23/6/2025). Juliana Marins jatuh pada Sabtu (21/6/2025) dan ditemukan tewas.Ia bahkan membeli tali lagi sepanjang 200 meter untuk berjaga-jaga bila tali yang disiapkan masih kurang panjang.
"Kami sering berdiskusi, harusnya ada shelter emergency di atas (puncak) untuk menyiapkan alat evakuasi," saran Agam.
Baca juga: Apa Benar Pendakian Gunung Rinjani Bukan untuk Pemula?
Shelter tersebut mestinya diisi dengan tali dan alat bantu evakuasi lainnya sehingga tidak perlu menunggu lama untuk evakuasi korban jatuh.
"Kemarin ada korban, baru dibawa (tali) ke atas. Lumayan berat itu tali, membawa semua sampai ke atas membutuhkan waktu lama," tambah dia.
Meski sudah ada rencana sejak lama, lanjut Agam, tidak mudah menyediakan peralatan evakuasi lengkap di Puncak Rinjani.
"Orang-orang di sana punya rasa kepemilikan yang tinggi. Jadi, (peralatan evakuasi) kadang dimiliki oleh orang-orang ini," guyon Agam.
Demi mempermudah akses, menurut Agam, saat ini membutuhkan manajemen penyelamatan yang baik sebelum menyiapkan berbagai fasilitas lengkap di Gunung Rinjani.
Baca juga: Setelah Juliana Marins, Pendaki Malaysia Terjatuh di Gunung Rinjani
"Kecelakaannya sudah setiap minggu atau setiap bulan, harusnya itu menjadi pelajaran," tambah pendiri merek perlengkapan outdoor Consina Disyon Toba dalam kesempatan yang sama.
Agam berharap pemerintah bisa melibatkan diri lebih banyak dalam mencegah terjadinya kecelakaan di Gunung Rinjani.
"Harapannya, kalau bisa zero insiden. Bagaimana tingkat kecelakaan di itu berkurang karena sebagai relawan, saya dan teman-teman terus membantu korban yang ada," kata Agam.
Salah satu caranya, lanjut Agam, dengan mendiskusikan konsep konsep pendakian yang aman dan nyaman bagi semua pendaki, baik turis asing maupun domestik.
Baca juga: Malam di Jurang Rinjani, Kisah Pilu dan Heroik di Balik Evakuasi Juliana Marins
Tidak lupa menambah fasilitas nyaman di beberapa titik jalur pendakian, seperti kebersihan toilet yang hingga kini masih menjadi tanggung jawab bersama.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang