USAHA Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) selalu dipuji sebagai tulang punggung ekonomi Indonesia. Kontribusinya mencapai 60,5 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional dan menyerap 97 persen tenaga kerja (BPS, 2024).
Namun di balik kontribusi itu, irama UMKM tampak berjalan sendiri-sendiri. Padahal, dua tahun lagi Indonesia akan menghadapi pertandingan besar berupa pasar bebas dengan Uni Eropa pada 2027.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, ketika itu, mengingatkan, tanpa strategi kolektif UMKM sulit bersaing karena “banyak yang belum terhubung dalam ekosistem terintegrasi” (KemenkopUKM, 2023).
Pertanyaannya, siapa yang akan menjadi dirigen untuk mengharmonikan orkestra UMKM Indonesia?
Saat ini, UMKM ditangani banyak aktor, tetapi masing-masing berjalan dengan cara sendiri.
Kementerian Koperasi dan UKM fokus pemberdayaan dan regulasi, Kementerian Perdagangan mengurus akses pasar, sementara Kementerian Perindustrian menekankan produksi dan standardisasi. Bank umum, BPD, dan BPR menyalurkan pembiayaan dengan syarat ketat.
Baca juga: Keracunan Massal Berulang: MBG Bukan soal Persentase
BUMN dan BUMD meluncurkan program sektoral, perusahaan swasta menyalurkan CSR lebih banyak ke filantropi, sedangkan perguruan tinggi hanya menggelar pelatihan singkat berbasis pengabdian masyarakat.
Fragmentasi ini membuat intervensi kebijakan bersifat parsial dan gagal membentuk rantai nilai kokoh (Moore, 1996).
Bank Indonesia menyoroti adanya mismatch antara kebutuhan UMKM dan instrumen perbankan yang tersedia (BI, 2023).
OJK juga menekankan perlunya sinergi lintas lembaga, karena tanpa koordinasi “UMKM sulit naik kelas, meski sudah banyak program yang dijalankan” (OJK, 2024).
Riuh dukungan yang tersebar justru menghasilkan kebisingan, bukan harmoni pembangunan.
Selain masalah koordinasi, UMKM menghadapi hambatan struktural. Banyak produk gagal menembus pasar global karena tidak memenuhi standar sertifikasi halal, tidak ada Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP), atau tidak berbasis International Organization for Standardization (ISO).
Proses sertifikasi dianggap mahal, padahal pasar halal dunia telah mencapai 2,1 triliun dollar AS (State of the Global Islamic Economy, 2022).
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menegaskan sertifikasi adalah kunci jika UMKM ingin bersaing di pasar global (Kemendag, 2023).
Biaya logistik juga menjadi beban berat. Angkanya mencapai 23 persen dari PDB, jauh di atas Malaysia (13 persen) dan Thailand (15 persen) (World Bank, 2023).
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya