Penjarahan rumah pejabat dan korban tewas bermunculan – Akankah berujung seperti krisis 1998?
Sumber gambar, Antara Foto
Aksi penjarahan rumah milik sejumlah pejabat negara terjadi secara beruntun sejak 30 hingga 31 Agustus dini hari. Pada saat yang sama, bentrokan antara massa dan aparat terus terjadi, termasuk yang berujung kematian mahasiswa di Yogyakarta.
Situasi ini merupakan dampak arogansi pejabat dan kevakuman kepemimpinan, menurut sejumlah pakar. Mereka cemas situasi saat ini bisa berujung krisis yang pernah terjadi pada 1998.
Dalam perkembangan terbaru, mahasiswa Universitas Amikom Yogyakarta bernama Rheza Sendy Pratama kehilangan nyawa setelah bentrok dengan aparat di sekitar Polda DIY, Minggu (31/08).
Pria berumur 21 tahun itu tewas dalam keadaan babak belur, kata ayahnya, Yoyon Surono.
Saat mengambil jenazah putranya di rumah sakit, Yoyon menuturkan dia harus menandatangani surat pernyataan yang pada intinya menyatakan bahwa pihak keluarga menerima kejadian tersebut sebagai "murni musibah" dan "tidak akan menuntut kepada pihak mana pun."
Dalam sebuah rekaman video, Rheza terlihat mengendarai sepeda motor sambil bertelanjang dada.
Rheza tampak memacu kecepatan motornya, bersama seorang kawannya di bangku belakang, ke arah pasukan kepolisian bersenjata lengkap.
"Motornya mogok, lalu jatuh. Ada gas air mata. Temannya yang membonceng lari, tapi dia terjatuh," ujar Ketua BEM Amikom, Alvito Afriansyah.
Sumber gambar, Istimewa
Dalam sejumlah video lain yang beredar, sejumlah polisi tampak mengangkut Rheza yang terlihat lemah tak berdaya.
Tak lama kemudian Yoyon dan keluarganya mendapat kabar tentang kondisi Rheza yang telah dinyatakan meninggal. Mereka lantas mengambil jenazah Rheza dari Rumah Sakit dr. Sardjito.
Rheza kemudian dimakamkan pada Minggu (31/08) sore.
Sumber gambar, Riza Salman
Liputan mendalam BBC News Indonesia langsung di WhatsApp Anda.
Klik di sini
Akhir dari Whatsapp
Hingga berita ini disusun, Polda DIY belum mengonfirmasi dugaan keterlibatan personel mereka dalam kematian Rheza.
Juru Bicara Polda DIY, Kombes Ihsan, bilang pada Sabtu (30/08) lalu sekitar 50 orang menyerang kantor—markas komando dalam istilah mereka—Polda DIY.
Orang-orang itu, tuding Ihsan, menyerang polisi dengan petasan, bom molotov, dan batu.
Wakil Rektor Amikom Yogyakarta Ahmad Fauzi menyatakan keprihatinannya pada nasib Rheza. Dia berkata kepada pers, aparat kepolisian dan para pengunjuk rasa "semestinya sama-sama menahan diri".
Hingga Minggu (31/08) malam, setidaknya enam orang telah kehilangan nyawa dalam rangkaian unjuk rasa di berbagai kota selama empat hari terakhir.
Selain Rheza, yang korban tewas lainnya adalah Affan Kurniawan di Jakarta, serta lima orang di Makassar, yakni Sarina Wati, Saiful Akbar, Rusdamdiansyah, dan Muhammad Akbar Basri di Makassar.
Baca berita sebelumnya: Empat orang meninggal dalam demonstrasi di Makassar
Sumber gambar, Antara Foto
Pada saat yang sama, rumah yang disebut milik Menteri Keuangan, Sri Mulyani, juga disasar massa, Minggu (31/08) dini hari. Rangkaian peristiwa ini didokumentasikan dalam video-video yang beredar di media sosial.
Pada jam-jam sebelumnya, rumah anggota DPR Ahmad Sahroni, Eko Patrio, dan Uya Kuya juga dijarah massa.
Pengamat politik dan sosial, Vidhyandika Djati Perkasa, menilai bahwa "sumber kekacauan" ini adalah kevakuman kepemimpinan. Meskipun tidak membenarkan penjarahan, Vidhyandika menekankan perlunya evaluasi kebijakan dan sikap pemerintah.
Ia juga menambahkan, "Semua harus ditempatkan pada kepentingan rakyat. Legislatif dan yudikatif juga jangan jadi institusi yang pro-kekuasaan."
Ekonom Bhima Yudhistira memperingatkan, jika ketidakstabilan sosial politik berlanjut, dampaknya tidak hanya terasa di pasar saham, tetapi juga pada nilai tukar rupiah dan iklim investasi.
Menurut Bhima, "krisis politik bertemu dengan masalah ekonomi bisa menjadi pra-krisis yang multi sektor dan multi dimensi. Ini bisa saja sama buruknya dengan krisis 1998."
Usai berjumpa dengan para petinggi partai, Presiden Prabowo Subianto kembali menekankan perintahnya untuk "menindak tegas upaya pengerusakan dan penjarahan sesuai hukum yang berlaku".
”Kita tidak dapat pungkiri bahwa mulai kelihatan gejala adanya tindakan di luar hukum, bahkan melawan hukum. Bahkan ada yang mengarah kepada makar dan terorisme,” ujar Prabowo di Jakarta, Minggu siang.
'Aparat diberi hak ambil tindakan terukur dan tegas'
Prabowo menuding intervensi dan upaya adu domba dari sejumlah pihak "yang tidak ingin Indonesia sejahtera dan bangkit".
Aksi penyampaian pendapat oleh warga, kata Prabowo, bisa dilakukan secara damai.
Prabowo berkata, jika penyampaian pendapat berujung anarkis, disertai pengreusakan, hingga memicu korban jiwa, maka hal itu merupakan pelanggaran hukum.
“Negara wajib hadir melindungi rakyatnya,” kata Prabowo.
Prabowo, dalam konferensi persnya, meminta DPR bertemu dengan para "tokoh masyarakat" dan "tokoh mahasiswa" untuk mendengar aspirasi.
Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin dalam pernyataan resminya menyebut aparat TNI dan Polri diberikan hak "agar tidak ragu-ragu mengambil tindakan terukur dan tegas".
Sumber gambar, Antara Foto
"Presiden memberi penegasan supaya semua tindakan pelanggaran yang bersifat kriminal, baik itu dalam bentuk perusakan benda, fasilitas umum, dan harta milik pribadi supaya dilaksanakan satu penindakan yang tegas dan secara hukum," ujar Sjafrie dalam konferensi pers, Minggu (31/08) petang.
"Apabila terjadi hal-hal yang menyangkut soal keselamatan bagi pribadi maupun pemilik rumah pejabat yang mengalami penjarahan maka petugas tidak ragu-ragu untuk mengambil tindakan tegas," ujarnya.
Bagaimana aksi penjarahan terjadi?
Video yang beredar di dunia maya memperlihatkan sejumlah orang mendatangi rumah Menteri Keuangan Sri Mulyani yang berlokasi di Bintaro, Tangerang Selatan, dengan berjalan kaki dan naik sepeda motor.
Video lain memperlihatkan sejumlah orang mengangkut barang-barang dari rumah tersebut, seperti kursi, guci, hingga lukisan.
Sumber gambar, ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal
Sebelumnya, beredar video di media sosial yang memperlihatkan massa mendatangi rumah dua anggota DPR, yakni Eko Hendro Purnomo atau dikenal dengan Eko Patrio, dan Uya Kuya pada Sabtu (30/08) malam.
Kantor berita Antara melaporkan sejumlah perabotan rumah tangga, pakaian, hingga barang elektronik tampak berserakan di lantai rumah Eko Patrio. Ada pula serpihan kaca pintu dan jendela yang pecah dilempar benda keras.
Beberapa orang terlihat membawa kursi, lampu, kursi, koper, speaker studio dan kasur keluar dari rumah yang disebut milik wakil ketua Komisi VI DPR tersebut.
Sumber gambar, ANTARA/M Riezko Bima Elko Prasetyo
Petugas keamanan dan aparat berpakaian loreng lengkap yang bersiaga di luar dan dalam rumah Eko Patrio tampak tak bisa berbuat banyak ketika orang-orang terus berdatangan, demikian dilaporkan Antara.
Sementara itu, anggota DPR Surya Utama alias Uya Kuya, mengaku ikhlas rumahnya yang berada di Duren Sawit, Jakarta Timur, dijarah massa.
"Intinya aku ikhlas saja, enggak apa-apa aku ikhlas. Cuma yang sedih kucing-kucing, makhluk hidup dijarah, gitu saja," kata Uya Kuya kepada detik.com, Sabtu (30/08).
Sumber gambar, ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
Rumah kedua anggota DPR ini menjadi sasaran massa setelah rumah anggota DPR lainnya, Ahmad Sahroni, didatangi massa pada Sabtu (31/08) sore.
Meski awalnya massa hanya berniat menggelar aksi protes, situasi berubah menjadi aksi penjarahan.
Benda-benda hingga peralatan dapur mewah milik kader Partai NasDem tersebut ludes dibawa kabur warga, seperti dilaporkan Tribunnews.
Sumber gambar, ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
Dalam insiden tersebut, massa mengambil berbagai barang berharga dari kediaman Sahroni, seperti perabotan, barang elektronik, hingga dokumen penting.
Barang koleksi pribadi Sahroni seperti dua patung figur Iron Man dan Spider-Man, juga turut dijarah.
Sahroni sendiri dikabarkan tidak berada di rumah saat kejadian berlangsung. Ia disebut telah bepergian ke luar negeri.
Dicopot sebagai anggota DPR
Pada Jumat (29/08), Sekretaris Jenderal DPP Partai Nasdem Hermawi Taslim menjelaskan Sahroni dipindah dari jabatan Wakil Ketua Komisi III menjadi anggota Komisi I dalam konteks rotasi tahunan yang saat ini diterapkan partai.
Terlebih Sahroni juga telah menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi III selama enam tahun.
Namun Minggu (31/08), melalui siaran pers yang disampaikan, Hermawi mengumumkan Sahroni dan Nafa Urbach dinonaktifkan sebagai anggota DPR dari fraksi Partai Nasdem terhitung sejak 1 September 2025.
Penonaktifan ini akibat dari pernyataan kontroversial mereka mengenai kebijakan kenaikan tunjangan DPR dan di tengah gelombang demonstrasi menuntut pembubaran DPR pasca polemik tunjangan tersebut.
Sementara itu Wakil Ketua Umum PAN Viva Yoga Mauladi juga mengumumkan pencopotan Eko Patrio dan Uya Kuya dari DPR. Serupa Sahroni dan Nafa, keduanya efektif dinonaktifkan sejak 1 September.
Wakil Ketua Umum PAN Eddy Soeparno menyampaikan sudah ada maklumat partai agar para kader dan anggota dewan untuk memberikan pernyataan yang peka dan berempati.
Eddy juga menambahkan partainya sudah sepakat untuk menolak tunjangan perumahan untuk anggota dewan.
Sumber gambar, ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
Eddy juga menyoroti aksi unjuk rasa belakangan ini diduga disusupi 'penumpang gelap' yang merusak fasilitas umum, membakar, hingga menjarah.
Ia meyakini para pengunjuk rasa hanya ingin menyampaikan aspirasi sehingga tidak ada niatan berbuat kerusakan.
Kerusuhan meluas di sejumlah daerah
Kerusuhan sejak kemarin meluas secara signifikan di seluruh Indonesia menyusul protes pekan lalu di Jakarta yang dipicu oleh tewasnya seorang pengemudi ojek berusia 21 tahun, Affan Kurniawan, yang dilindas kendaraan taktis polisi.
Para demonstran membakar gedung DPRD di Nusa Tenggara Barat, Pekalongan (Jawa Tengah), dan Cirebon (Jawa Barat). Protes juga terjadi di Bali, Surabaya, Mataram, Semarang, Cirebon, dan Yogyakarta pada Sabtu (30/08).
Di Makassar, sebuah gedung DPRD dibakar, mengakibatkan setidaknya tiga orang tewas dan beberapa orang luka-luka. Beberapa korban dilaporkan terjebak di dalam gedung yang terbakar.
Di Jakarta, massa yang marah memaksa masuk dan menjarah barang-barang mewah dari rumah beberapa anggota DPRD yang sebelumnya telah melontarkan pernyataan tidak simpatik kepada para pengunjuk rasa yang mengkritik gaji dan tunjangan mereka yang tinggi.
Kerusuhan tersebut mendorong Presiden Prabowo Subianto untuk membatalkan kunjungan ke China, dan berjanji untuk memantau situasi secara langsung serta mencari solusi.
Tujuh anggota Brimob telah ditahan terkait kasus Affan Kurniawan, sementara pihak berwenang meluncurkan penyelidikan kriminal.
Di tengah kekhawatiran akan mobilisasi massa secara langsung, TikTok telah menangguhkan fitur siaran langsungnya di Indonesia "selama beberapa hari ke depan" sebagai langkah untuk membatasi konten yang berpotensi menghasut.
Sumber gambar, ANTARA FOTO/Dedhez Anggara
Sumber gambar, ANTARA FOTO/Arnas Padda
‘Tidak punya kepemimpinan yang dipercaya’
Peneliti senior dari Departemen Sosial Politik dan Perubahan Sosial CSIS, Vidhyandika Djati Perkasa, menilai kakacauan yang terjadi belakangan karena kevakuman kepemimpinan yang berakibat eskalasi semakin cepat memanas dan menyebar.
"Sekarang permasalahannya kita tidak punya trusted leadership, baik dari eksekutif maupun legislatif. Ini menjadi sumber kekacauan," ucap Vidhyandika.
Selain itu, menurutnya, kondisi saat ini harusnya menjadi wake up call dan pembelajaran bagi DPR untuk menjalankan peran sebagai wakil rakyat, tidak arogan dan tidak meremehkan suara rakyat.
”Kita bisa lihat kekuatan rakyat itu nyata dan bisa mematikan, terlepas ada kepentingan politik yang ingin memanfaatkan situasi seperti ini.”
Ia pun menyayangkan langkah yang diambil Presiden Prabowo justru menginstruksikan aparat untuk menindak tegas. Bahkan tersebar juga pemadaman lampu di area aksi hingga pemakaian peluru karet.
"Kalau itu benar kenapa justru kekerasan yang justru diwujudkan, bukannya menyelesaikan akar masalahnya."
Apalagi, kata Vidhyandika, kini penjarahan sudah meluas, yang dikhawatirkannya justru menyasar pada sesama warga yang tidak terkait dengan permasalahan ini.
Sumber gambar, Antara Foto
Pemerintah diharapkan mengeluarkan kebijakan yang jelas untuk menjaga legitimasinya dan tokoh-tokoh berpengaruh bisa ikut serta memberikan arahan pada masyarakat.
"Jangan diam saja. Anggota DPR juga jangan tiarap. Ini penting untuk menenangkan situasi," kata Vidhyandika.
"Untuk konteks politik, kenapa anggota DPR malah ke luar negeri. Harusnya saat itu mereka menerima masyarakat, bukan malah dihadapkan dengan gas air mata."
"Mereka datang ke rumah rakyat malah dihadapkan pada kekerasan yang terus memicu eskalasi," ujar Vidhyandika.
Sumber gambar, Kompas.com/Adhyasta Dirgantara
Kebijakan yang jelas, kata Vidhyandika, adalah mengevaluasi program-program yang selama ini menyedot banyak anggaran tapi manfaatnya tidak dirasakan masyarakat.
"Di lapangan, rakyat yang mengalami dan merasakan. MBG (makan bergizi gratis), misalnya, belum bisa diimplementasi secara benar ya dikoreksi.
"Bukan sebaliknya mengatakan sudah berhasil. Kesenjangan ekonomi juga makin lebar," kata Vidhyandika.
Penjarahan, tegas Vidhyandika, memang tidak dibenarkan. Tapi menurutnya pemerintah perlu berbenah, baik dalam sikap dan kebijakan pemerintah.
"Semua harus ditempatkan pada kepentingan rakyat. Legislatif dan yudikatif juga jangan jadi institusi yang pro-kekuasaan," kata dia.
Sumber gambar, Kompas.com/Ardhi Ridwansyah
Vidhyandika juga menangkap ada pola yang mirip dengan situasi tahun 1998.
Kondisi ekonomi masyarakat yang timpang dan ketidakpekaan pejabat publik menjadi alasan rakyat untuk marah.
Ketika unjuk rasa mulai berlangsung, muncul letupan yang kemudian berubah menjadi tindakan seperti pengrusakan fasilitas umum, pembakaran, hingga penjarahan yang bukan dilakukan atau diinisiasi oleh peserta unjuk rasa.
"Menurut analisis saya, mengarah ke kerusuhan 1998. Semoga tidak seperti itu. Tapi intinya memang polanya mirip dengan kasus 98 itu," ucap Vidhyandika.
Dengan minimnya kepemimpinan saat ini, ia memperkirakan situasi ini bisa berkepanjangan dan berpotensi makin parah, melihat eskalasi yang terjadi saat ini
Jika dibiarkan, menurut Vidhyandika, masyarakat adalah pihak yang paling dirugikan.
Secara terpisah, Hendardi dari Setara Institute menegaskan bahwa penjarahan tidak pernah dibenarkan oleh hukum dan bukan merupakan demonstrasi.
Oleh karena itu, menurutnya, aksi demonstrasi mahasiswa, buruh, ojol dan elemen sipil lainnya yang damai dan aksi anarkis pada malam hari hingga dini hari adalah dua hal yang berbeda.
"[Aksi anarkis] ini pola yang hanya bisa digerakkan oleh orang-orang terlatih. Kerumunan massa anarkis adalah fakta permukaan saja," ucap Hendardi.
Dalam situasi inlah, apa yang disebut Hendardi sebagai "kontestasi kepentingan" diduga menggerakkan massa ini.
"Ada ketegangan elite, ada kontestasi kekuasaan, ada avonturir politik dan juga conflict entrepreneur yang memanfaatkan faktor-faktor penarik (push factor) yang menjadikan aksi damai tereskalasi menjadi anarki," jelasnya.
Lebih lanjut, Hendardi bilang pemulihan harus segera dilakukan agar tidak mengundang lahirnya kebijakan represif baru, seperti darurat sipil, darurat militer dan pembenaran-pembenaran tindakan militer lanjutan.
"Momentum ini tidak boleh menjadi dasar pemberangusan kebebasan sipil dan kemunduran demokrasi semakin terpuruk."
Akankah berdampak pada perekonomian?
Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira, mengungkapkan bahwa eskalasi yang terjadi saat ini menjadi puncak gunung es karena banyak masalah fundamental ekonomi yang tidak teratasi.
Menurutnya, indikator ekonomi Indoensia sudah mengalami penurunan sebelum gelombang demonstrasi yang terjadi belakangan.
"Ini krisis politik bertemu dengan masalah ekonomi bisa menjadi pra-krisis yang multi sektor dan multi dimensi. Ini bisa saja sama buruknya dengan [krisis] 98," ucap Bhima.
Sumber gambar, ANTARA FOTO/Putra M. Akbar
Ia menyinggung krisis global pada 2008, 2013, hingga pandemi 2020 tidak memicu krisis politik yang signifikan seperti sekarang. Aksi di berbagai kota itu diartikan tekanan selama ini sudah sangat berat.
Di sisi lain, pemerintah tidak menyelesaikan persoalan tapi malah melempar isu tindakan anarkis dan merusak.
"Ini eskalasi bisa berlanjut. Bukan hanya pasar saham yang terdampak, tapi rupiah dan investasi yang mau masuk pun berpikir ulang."
Sumber gambar, ANTARA FOTO/Angga Budhiyanto
Bhima mengungkapkan keterpurukan ekonomi yang berpotensi terjadi diprediksi akan berat bertumbuh lagi ke depan. Kemungkinan rebound ekonomi diduga menyerupai huruf L.
"Dalam beberapa skenario krisis itu ada huruf V, di mana dia reboundnya cepat. Nah, kalau ini huruf L, yang artinya situasi ke depan bahkan kita tidak mampu mencapai pertumbuhan 5% lagi," kata Bhima.
"Itu pun akan lama sekali pemulihannya bahkan 25 tahun ke depan itu akan sangat berat untuk menyentuh antara 5%. Jadi, reboundnya akan susah, apalagi kalau penanganan dan responnya juga tidak tepat."
Sumber gambar, ANTARA FOTO/Putra M. Akbar
Korbannya tentu masyarakat, seperti UMKM melemah, lapangan kerja susah, hingga pengangguran usia muda yang merujuk data dari ILO mencapai 13% di Indonesia —tertinggi di antara negara-negara di ASEAN lainnya dan salah satu yang tertinggi bahkan di Asia Pasifik.
Saat ini, kendali ada pada Presiden Prabowo untuk bisa merombak tim ekonomi dan mengubah postur APBN yang tidak lagi berat pada program-program populis. Sebab, masyarakat lebih membutuhkan program yang langsung terasa pada daya beli.
Perluasan basis pajak juga dikaji ulang dan patut direspon. Pemerintah semestinya mengejar pajak kekayaan kelompok atas, pajak produksi batu bara, dan menutup kebocoran pajak.
"Bukan malah menaikkan pajak di bawah yang makin memperbesar ketimpangan," kata Bhima.
Berita ini akan terus diperbarui secara berkala.
Berita Utama
Majalah
Artikel terpopuler
Konten tidak tersedia