KOMPAS.com - Media sosial belakangan dipenuhi dengan informasi keliru seputar kebijakan pengisian bahan bakar minyak (BBM).
Kekeliruan informasi tersebut bahkan menggiring pada narasi protes warga yang dilakukan di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU).
Bagaimana narasi itu bermula dan apa bantahannya? Simak ringkasan penelusuran fakta berikut.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia sempat berucap mengenai penghapusan ojek online (ojol) sebagai penerima BBM bersubsidi.
"Yang berhak menerima subsidi adalah kendaraan yang berpelat kuning. Angkot, transportasi, supaya apa? Harganya, (harga) transportasinya enggak boleh naik," kata Bahlil pada 27 November 2024.
"Kalau angkutan barang yang berpelat hitam, ya ubah ke pelat kuning. Karena kita kan ingin memberikan ini kan kepada yang berhak," ujar dia.
Kendati demikian, keputusan itu belum final.
Pernyataan Bahlil lantas diralat, dengan memastikan pengemudi ojol tetap akan mendapatkan subsidi BBM dengan menggunakan skema Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
"(Ojol) masuk ke UMKM, tinggal kita akan mengecek mereka, karena mereka kan pelat hitam ya. Jadi nanti kita akan buat sedemikian rupalah agar mereka juga harus bisa kita perhatikan," kata Bahlil pada 13 Desember 2024.
Namun, pernyataan Bahlil sebelumnya terlanjur menyulut emosi masyarakat.
Konten-konten keliru mengenai larangan mengisi BBM lantas berseliweran di media sosial.
Respons tersebut merupakan konsekuensi dari pernyataan pejabat yang disampaikan sebelum keputusan final atau pertimbangan matang.
Pasokan BBM, tidak dapat dipungkiri, memegang peran penting dalam roda ekonomi masyarakat.
Namun tersiar narasi mengenai larangan dan pembatasan pengisian BBM.
Kendaraan bermotor yang kedapatan menunggak pajak diklaim tidak diperbolehkan melakukan pengisian BBM.