Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

SPMB 2025: Ujian Implementasi Putusan MK

Di balik janji itu, SPMB 2025 hadir sebagai ujian implementasi langsung dari Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 3/PUU-XXII/2024.

Putusan ini mewajibkan negara menjamin pendidikan dasar gratis, tak hanya di sekolah negeri, tetapi juga di sekolah swasta.

Mampukah SPMB 2025 menjadi lompatan nyata menuju pendidikan yang benar-benar adil dan tanpa diskriminasi, sesuai amanat konstitusi?

Janji dan realita

Pemerintah optimistis SPMB 2025 mewujudkan "Pendidikan Bermutu untuk Semua". Peningkatan kuota jalur afirmasi hingga 30 persen untuk SMA adalah langkah progresif bagi keluarga miskin dan penyandang disabilitas.

Sistem domisili yang fokus pada jarak riil rumah-sekolah diharapkan meminimalkan manipulasi alamat. Transparansi data daya tampung dan akreditasi daring juga patut diapresiasi.

Bayangan ketimpangan masih terasa. Data BPS 2023 menunjukkan 4,2 juta anak Indonesia tidak bersekolah—wajah-wajah masa depan bangsa yang terancam.

Mayoritas dari mereka belum pernah merasakan bangku sekolah atau terpaksa putus di tengah jalan.

Sistem SPMB, seprogresif apa pun, tidak akan sepenuhnya menyelesaikan masalah fundamental ini jika akar persoalan aksesibilitas dan keberlanjutan pendidikan belum tertangani secara komprehensif.

Inovasi SPMB 2025 adalah pengakuan lebih luas terhadap prestasi non-akademik, yang tentu positif dalam mendorong pengembangan bakat siswa.

Namun, kuota jalur prestasi yang mencapai 30 persen berpotensi menghidupkan kembali "sekolah favorit" dan memicu kompetisi tidak seimbang.

Ketika sekolah unggulan dipenuhi siswa berprestasi, sekolah lain yang mengandalkan jalur domisili dengan kualitas infrastruktur dan guru minim akan semakin tertinggal.

Ini bisa menciptakan "efek magnet" di mana sekolah-sekolah tertentu tetap menjadi incaran, sementara yang lain kesulitan mendapatkan siswa berkualitas. Alih-alih pemerataan, kita mungkin menyaksikan segregasi kualitas yang baru.

Amanat konstitusi: Pendidikan gratis

Kunci utama bagi SPMB 2025 adalah kemampuannya menafsirkan dan mengimplementasikan secara penuh Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 3/PUU-XXII/2024.

Putusan ini tegas menyatakan bahwa frasa "wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya" dalam Pasal 34 Ayat (2) UU Sisdiknas harus mencakup sekolah negeri dan swasta (SD/SMP/madrasah).

Ini koreksi konstitusional atas diskriminasi sistemik, di mana keterbatasan daya tampung sekolah negeri memaksa 173.265 siswa SD dan 104.525 siswa SMP pada 2023/2024 masuk ke swasta dengan beban biaya.

MK menegaskan, Pasal 31 Ayat (2) UUD 1945 mewajibkan negara membiayai pendidikan dasar tanpa diskriminasi jenis sekolah, kecuali untuk sekolah swasta elite tertentu.

SPMB 2025 adalah platform pertama untuk mewujudkan amanat ini. Integrasi sekolah swasta mitra ke dalam platform SPMB online menjadi krusial untuk transparansi dan kesetaraan akses.

Contohnya SPMB Bersama 2025 di Jakarta yang menyediakan kursi di ratusan sekolah swasta dengan pembiayaan penuh Pemprov.

Ini memerlukan skema pendanaan jelas dari APBD/APBN untuk menanggung uang pangkal dan SPP siswa di swasta mitra, dengan kriteria kelayakan sekolah yang ketat.

Kuota jalur afirmasi SPMB harus diperluas, memastikan siswa di swasta mitra tidak dibebani biaya. Pemerintah juga perlu mempercepat regulasi turunan yang mengatur kriteria sekolah swasta mitra, skema pendanaan, hingga sanksi pelanggaran.

Strategi solutif komprehensif

Kesenjangan infrastruktur pendidikan di daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal) adalah batu sandungan terbesar.

Banyak sekolah di sana masih minim fasilitas vital seperti laboratorium, perpustakaan, atau akses internet.

Bagaimana bisa kita berbicara tentang digitalisasi SPMB dan pembelajaran berbasis teknologi jika dasarnya saja belum terpenuhi?

Untuk itu, diperlukan strategi solutif yang jauh lebih holistik dan bukan hanya berfokus pada mekanisme penerimaan siswa.

Pertama, investasi infrastruktur berkeadilan. Anggaran khusus harus dialokasikan secara masif dan tepat sasaran untuk membangun, merenovasi, dan melengkapi fasilitas sekolah di daerah 3T. Ini termasuk penyediaan akses internet yang memadai dan sumber daya listrik yang stabil.

Kedua, perkuat program afirmasi berbasis kualitas. Jalur afirmasi harus didukung tidak hanya dengan kuota, tetapi juga dengan program pendampingan dan beasiswa berkelanjutan bagi siswa dari keluarga miskin.

Sekolah yang menerima siswa afirmasi juga harus didukung untuk meningkatkan kualitas pembelajarannya.

Ketiga, kolaborasi sektor swasta yang berkelanjutan. Kebijakan sekolah gratis, seperti di  Jakarta yang melibatkan 2.900 sekolah swasta, harus direplikasi secara nasional.

Pemerintah perlu menggandeng sekolah swasta dengan memberikan insentif agar mereka bersedia menampung siswa dari keluarga kurang mampu tanpa pungutan biaya, sesuai amanat MK.

Keempat, optimalisasi PIP dan Subsidi Biaya Non-Tuition. Program Indonesia Pintar (PIP) harus lebih proaktif dalam memastikan dana tunai (Rp 450.000-Rp 1 juta/tahun) benar-benar mencakup biaya non-tuition siswa seperti seragam, buku, dan transportasi. Edukasi kepada masyarakat tentang manfaat PIP juga perlu digencarkan.

Kelima, penguatan kualitas guru dan kurikulum adaptif. Pemerataan kualitas pendidikan tidak hanya diukur dari infrastruktur, tetapi juga dari kualitas tenaga pengajar dan relevansi kurikulum.

Program pelatihan guru harus masif, terutama di daerah terpencil, dan kurikulum harus adaptif terhadap kebutuhan lokal serta perkembangan zaman.

Keenam, gerakan nasional "Sekolah untuk Semua". Mengambil inspirasi dari usulan KPAI tentang sekolah non-formal, pemerintah perlu mendorong gerakan nasional yang mengintegrasikan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dan program-program pendidikan kesetaraan untuk menjangkau 4,2 juta anak yang tidak/belum bersekolah.

Putusan MK adalah koreksi konstitusional atas diskriminasi sistemik di pendidikan dasar. SPMB 2025 menjadi momentum strategis untuk menghilangkan hambatan ekonomi bagi 4,2 juta anak yang terancam putus sekolah, memperkuat peran negara sebagai penjamin hak pendidikan, dan membangun ekosistem pendidikan inklusif di mana "sekolah rakyat" dan "sekolah elit" tak lagi relevan.

Pendidikan gratis adalah pemenuhan hak dasar yang harus disertai kurikulum berkualitas dan bebas diskriminasi.

SPMB 2025 adalah cerminan niat baik pemerintah untuk meratakan akses pendidikan. Namun, niat baik saja tak cukup. Dibutuhkan langkah konkret dan komprehensif, melibatkan semua pemangku kepentingan—pemerintah, sekolah, guru, orang tua, masyarakat, dan sektor swasta—untuk mengatasi ketimpangan fundamental yang masih ada.

Hanya dengan begitu, "Pendidikan Bermutu untuk Semua" akan menjadi realitas bagi setiap anak Indonesia.

https://www.kompas.com/edu/read/2025/06/03/120356771/spmb-2025-ujian-implementasi-putusan-mk

Terkini Lainnya

Bagikan artikel ini melalui
Oke