NEW YORK, KOMPAS.com - Jennifer Guilbeault tiba-tiba menyemprotkan merica ke wajah sopir taksi online yang sedang berdoa dalam bahasa Arab di lampu merah di Manhattan, Amerika Serikat (AS), beberapa waktu lalu.
Ia kemudian ditangkap dan didakwa melakukan penyerangan yang termasuk kejahatan kebencian (hate-crime).
"Jennifer Guilbeault (23) dituduh melakukan serangan anti-Muslim pada 31 Juli 2024," ungkap Kantor Kejaksaan Distrik Manhattan, sebagaimana dilansir NBC News pada Kamis (31/10/2024).
Baca juga: Sampaikan Pesan Idul Adha 2024, Wapres AS Akui Masih Ada “Hate Crime” ke Warga Muslim
Disebutkan, saat kejadian, Jennifer Guilbeault tengah berada di kursi belakang bersama seorang perempuan lain pada pukul 12.15 waktu setempat.
Di posisi itu, ia tiba-tiba menyerang sopir laki-laki berusia 45 tahun bernama Shohel Mahmud dengan sekaleng semprotan merica.
Jennifer Guilbeault menyemprot wajah sopir Uber itu setelah sang sopir mulai berdoa dalam bahasa Arab di lampu merah.
"Semprotan tersebut menyebabkan rasa terbakar, kemerahan, dan rasa sakit pada sopir taksi,” kata Kantor Kejaksaan Distrik Manhattan dalam sebuah rilis yang dikeluarkan pada Senin (28/10/2024).
Beberapa menit kemudian, sopir itu melakukan panggilan darurat ke 911, dan Jennifer Guilbeault ditangkap di tempat kejadian.
NBC News melaporkan, Jennifer Guilbeault telah didakwa dalam dakwaan Mahkamah Agung Negara Bagian New York dengan penyerangan tingkat dua sebagai kejahatan kebencian, penyerangan tingkat tiga sebagai kejahatan kebencian, dan pelecehan berat tingkat dua.
Dia mengaku tidak bersalah pada dakwaannya pada Senin (28/10/2024), dan dibebaskan dengan syarat tanpa uang jaminan, menurut catatan pengadilan. Dia akan kembali ke pengadilan pada 13 Januari.
Baca juga: Menlu AS: 8.000 Tentara Korea Utara Sudah di Perbatasan Rusia untuk Siap Tempur di Ukraina
“Seperti yang dituduhkan, Jennifer Guilbeault secara tidak masuk akal menyerang seorang pengemudi Uber Muslim ketika dia hanya melakukan pekerjaannya,” kata Jaksa Wilayah Alvin Bragg dalam sebuah pernyataan.
“Korban adalah seorang warga New York yang bekerja keras yang seharusnya tidak harus menghadapi kebencian seperti ini karena identitasnya," tambah dia.
Dia mengatakan, unit kejahatan kebencian di kantornya akan terus menangani serangan bermotif bias dan mendukung para korban.
Michael J. Alber, seorang pengacara untuk Guilbeault, menolak sebutan kejahatan kebencian.
“Nona Jennifer Guilbeault tidak termotivasi oleh ras, agama, asal negara, atau faktor diskriminasi lainnya,” katanya dalam sebuah pernyataan, dikutip CNN.
“Sebuah tinjauan yang lengkap dan adil terhadap bukti-bukti yang ada akan menunjukkan bahwa tidak ada kejahatan yang dilakukan dalam kasus ini, dan bahwa terburu-buru dalam menghakimi tidaklah tepat, dan sangat menyakitkan bagi semua pihak yang terlibat,” tambahnya.
Sejak perang Hamas-Israel dimulai, telah terjadi peningkatan insiden antisemit dan anti-Arab dan anti-Muslim yang dilaporkan di AS.
Baca juga: AS Perkirakan Pasukan Korea Utara Akan Bertempur Lawan Ukraina Beberapa Hari Mendatang
Dewan Hubungan Islam Amerika (CAIR) mengatakan dalam sebuah laporan pada April, bahwa mereka menerima jumlah laporan bias tertinggi dalam 30 tahun sejarahnya tahun lalu.
Keluhan-keluhan tersebut berkisar dari diskriminasi verbal di ruang kelas atau tempat kerja hingga insiden kekerasan fisik yang dilaporkan kepada polisi.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini