Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

HRW: Pasukan Sudan Selatan Gunakan Senjata Pembakar, 58 Orang Tewas

Kompas.com - 10/04/2025, 20:37 WIB
Albertus Adit

Penulis

Sumber AFP

JUBA, KOMPAS.com – Sedikitnya 58 orang, termasuk anak-anak, tewas dalam serangkaian serangan mematikan di Sudan Selatan.

Human Rights Watch (HRW) melaporkan, pasukan pemerintah menggunakan senjata pembakar rakitan dalam konflik yang terjadi bulan lalu di Negara Bagian Upper Nile.

Insiden ini meningkatkan kekhawatiran terhadap masa depan kesepakatan damai 2018 yang sempat mengakhiri perang saudara lima tahun, serta mengancam stabilitas negara termuda di Afrika tersebut.

Baca juga: AS Potong Dana USAID, Anak-anak Sudan Selatan Meninggal Saat Jalan ke Klinik

"Para narasumber menggambarkan penggunaan senjata pembakar rakitan dalam setidaknya empat serangan di daerah Nasir, Longechuk, dan Ulang, negara bagian Upper Nile, yang menewaskan sedikitnya 58 orang dan membakar yang lainnya dengan parah," ungkap HRW dalam pernyataan resminya, Kamis (10/4/2025).

Indikasi kejahatan perang

HRW menegaskan, penggunaan senjata pembakar di kawasan pemukiman sipil berpotensi dikategorikan sebagai kejahatan perang.

Lembaga itu mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menekan pemerintah Sudan Selatan agar menghentikan serangan-serangan yang melanggar hukum.

"Penggunaan senjata-senjata ini oleh pemerintah di daerah berpenduduk dapat dianggap sebagai kejahatan perang," tulis HRW. Mereka juga menyerukan penempatan pasukan penjaga perdamaian segera di wilayah terdampak.

Hingga kini, Pemerintah Sudan Selatan belum memberikan tanggapan atas laporan tersebut, meski telah dimintai konfirmasi oleh kantor berita AFP.

Baca juga: Imbas Pemotongan Dana USAID dan Klinik Ditutup, Anak-anak Sudan Selatan Meninggal karena Kolera

Rentetan serangan berdarah

HRW menyebutkan, antara 16 hingga 19 Maret, sedikitnya 21 orang tewas di desa Mathiang, Longechuk. Pada periode yang sama, serangan juga menghantam Kota Nasir.

"Dua pejabat mengatakan bahwa sedikitnya 22 orang tewas dan puluhan rumah terbakar," tulis HRW.

Sementara itu, pada 21 Maret di daerah Kuich, Ulang, HRW menerima kesaksian dari tiga warga yang menyaksikan benda seperti pesawat berbaling-baling menjatuhkan bahan pembakar ke dalam tong.

"Serangan itu menewaskan 15 orang, termasuk tiga anak-anak," ungkap empat saksi mata. Tujuh korban lainnya masih dalam kondisi kritis hingga 30 Maret.

Para saksi menggambarkan kondisi korban sangat mengerikan.

"Kulit mereka yang hitam mulai terlihat. Seorang pria yang meninggal di rumah sakit mengalami luka bakar bahkan di giginya," kata salah satu saksi kepada HRW.

Konflik antarfaksi memanas

Ketegangan kian meningkat di Upper Nile State, di mana faksi Presiden Salva Kiir menuduh pasukan loyalis Wakil Presiden Pertama Riek Machar memicu kekacauan. Mereka juga menyebut kelompok pemuda bersenjata White Army dari etnis Nuer ikut terlibat.

Pemerintah Sudan Selatan sebelumnya mengakui telah meluncurkan serangan udara di wilayah tersebut.

Dalam pernyataan pada 17 Maret 2025, Menteri Informasi Michael Makuei Lueth menyebut operasi itu sebagai bagian dari upaya keamanan.

Baca juga: Dalam Misa Terbuka, Paus Fransiskus Desak Diakhirinya Kebencian Etnis di Sudan Selatan

"Jika Anda sebagai warga sipil kebetulan berada di sana, maka tidak ada yang dapat kami lakukan," kata Makuei Lueth kepada wartawan.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang


Terkini Lainnya
Petarung Indonesia dan Malaysia Berkelahi Saat Konferensi Pers
Petarung Indonesia dan Malaysia Berkelahi Saat Konferensi Pers
Global
Jamaika Porak-poranda Dihantam Badai Melissa, Terkuat di Dunia dalam 90 Tahun
Jamaika Porak-poranda Dihantam Badai Melissa, Terkuat di Dunia dalam 90 Tahun
Global
Ketika Uni Soviet Mata-matai AS lewat Karya Seni...
Ketika Uni Soviet Mata-matai AS lewat Karya Seni...
Global
Pelaku Penusukan Massal di Inggris Dituduh 10 Percobaan Pembunuhan
Pelaku Penusukan Massal di Inggris Dituduh 10 Percobaan Pembunuhan
Global
PM Jepang Minta Bertemu Kim Jong Un, Bahas Kasus Lama Puluhan Tahun Lalu
PM Jepang Minta Bertemu Kim Jong Un, Bahas Kasus Lama Puluhan Tahun Lalu
Global
Xi Jinping Bercanda soal “Mata-mata” Saat Hadiahkan Ponsel China ke Presiden Korsel
Xi Jinping Bercanda soal “Mata-mata” Saat Hadiahkan Ponsel China ke Presiden Korsel
Global
Tetangga RI Terancam Diterjang Topan Kalmaegi, Ribuan Orang Mengungsi
Tetangga RI Terancam Diterjang Topan Kalmaegi, Ribuan Orang Mengungsi
Global
Selamat dari Tragedi Air India, Ramesh: Saya Orang Paling Beruntung tapi Juga Paling Menderita
Selamat dari Tragedi Air India, Ramesh: Saya Orang Paling Beruntung tapi Juga Paling Menderita
Global
Kronologi Kejatuhan Pangeran Andrew: Dari Favorit Ratu Elizabeth hingga Teman Epstein
Kronologi Kejatuhan Pangeran Andrew: Dari Favorit Ratu Elizabeth hingga Teman Epstein
Global
China Sukses Kembangkan Helikopter Nirawak, Rampungkan Penerbangan Perdana
China Sukses Kembangkan Helikopter Nirawak, Rampungkan Penerbangan Perdana
Global
Kisah Ibu Selamatkan Putrinya dari Kelompok Penyembah Setan 764
Kisah Ibu Selamatkan Putrinya dari Kelompok Penyembah Setan 764
Global
Masih Bisa Jadi Raja, Pangeran Andrew Tetap Warisi Takhta Inggris meski Gelar Dicopot
Masih Bisa Jadi Raja, Pangeran Andrew Tetap Warisi Takhta Inggris meski Gelar Dicopot
Global
Turkiye Jajaki Dukungan Negara Muslim untuk Tentukan Masa Depan Gaza
Turkiye Jajaki Dukungan Negara Muslim untuk Tentukan Masa Depan Gaza
Global
Kenapa Afghanistan Rawan Gempa Bumi? Ini Penjelasannya
Kenapa Afghanistan Rawan Gempa Bumi? Ini Penjelasannya
Global
Sudah Jatuh Tertimpa Tangga, Pangkat Militer Pangeran Andrew Juga Dicopot
Sudah Jatuh Tertimpa Tangga, Pangkat Militer Pangeran Andrew Juga Dicopot
Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau