“Money has to serve, not to rule” (Pope Francis)
DUNIA kehilangan sosok gigantis yang baik hati dan pengasih pada 21 April 2025, saat Umat Kristiani masih dalam suasana merayakan Paskah.
Sosok yang selalu berhasil membuktikan persenyawaan perkataan dan perbuatannya, kapan pun dan di mana pun.
Ya, Paus Fransiskus berpulang di hari yang indah dan suci, setelah beberapa bulan terakhir terpantau tetap konsisten berjuang menyebar pesan-pesan baik kepada umat manusia di saat tubuhnya juga sedang berjuang melawan waktu karena sakit.
Sebagai manusia biasa, yang terus berusaha berjalan bersama ajaran-ajaran dan keteladanan beliau, terutama tentang ketidakadilan dan keberpihakan kepada kaum papa, berita kepulangan Paus Fransiskus di usianya yang ke - 88 tahun tentu ikut menggoncang saya.
Bahkan niatan saya untuk memiliki jam tangan sederhana yang pernah beliau pakai di saat berkunjung ke Indonesia, mulai terngiang kembali di telinga setelah mendengar berita kepulangannya.
Jam tangan tersebut, bagi saya, adalah salah satu bukti kerendahan hati sosok pemimpin lebih dari satu miliar umat Katolik dunia itu di satu sisi dan bukti persenyawaan perkataan dengan perbuatan beliau sebagaimana kutipan di atas di sisi lain.
Baca juga: Obituari Paus Fransiskus, Sederhana sampai Akhir Hayat
Secara pribadi, sejak beliau diberitakan dirawat karena sakit, firasat saya mengatakan bahwa hari itu tentu akan datang juga, cepat atau lambat.
Namun, rasa sedih dan kehilangan yang tak terkira, tetap tidak bisa saya sembunyikan di saat mendapatkan berita kepulangannya.
Saya cukup yakin, perasaan yang sama tidak hanya milik saya, tapi juga milik seluruh dunia, tak terkecuali Menteri Agama Republik Indonesia Nasaruddin Umar yang notabene seorang Muslim, yang pernah mencium kening Paus Fransiskus, karena kekaguman beliau kepada ajaran-ajaran dan praktik-praktik welas asih yang dipraktikkan Paus pertama non-Eropa sejak Paus Gregory dari Suriah pada 1.200 tahun lalu.
Paus Fransiskus merupakan paus pertama yang berasal dari benua Amerika.
Saya sangat menyadari secara personal tak memiliki momen khusus pertemuan dengan beliau yang bisa saya banggakan kepada anak cucu saya atau siapapun pengagum beliau di mana pun berada.
Tapi lagi-lagi secara pribadi, saya merasakan ada ikatan batin yang sangat kuat dengan beliau yang tak bisa saya nafikan, yang membuat hari Senin, 21 April 2025, menjadi hari yang cukup sendu sekaligus menyedihkan bagi saya.
Kata-katanya, “unrestrained liberalism only makes the strong stronger and the weak weaker and excludes the most excluded”, menyisakan bekas gamblang di hati dan pikiran saya di hari tersebut.
Karena melalui pernyataan tersebut, Paus reformis itu telah memberikan signal kepada kita semua apa yang seharusnya kita perjuangkan dan dengan apa kita harus memperjuangkannya.