KOMPAS.com – Peningkatan suhu global akibat perubahan iklim telah memperburuk paparan panas ekstrem terhadap ibu hamil, yang berisiko menimbulkan berbagai komplikasi kehamilan.
Laporan terbaru yang dirilis oleh lembaga riset iklim asal Amerika Serikat (AS), Climate Central, pada Rabu (14/5/2025), mengungkap dampak serius dari gelombang panas terhadap kesehatan ibu dan bayi.
Laporan tersebut mencatat, sejak 2020, di 222 dari 247 negara dan wilayah yang dianalisis, perubahan iklim telah setidaknya menggandakan jumlah hari paparan panas ekstrem selama masa kehamilan setiap tahunnya dalam lima tahun terakhir.
Baca juga: Indonesia-Norwegia Sepakati Kerja Sama Mitigasi Perubahan Iklim
“Di 222 dari 247 negara dan wilayah yang diteliti, perubahan iklim setidaknya menggandakan jumlah rata-rata hari risiko panas kehamilan tahunan yang dialami selama lima tahun terakhir,” bunyi laporan tersebut.
Kenaikan hari-hari panas yang berpotensi membahayakan ibu hamil paling banyak ditemukan di wilayah-wilayah yang memiliki akses terbatas terhadap layanan kesehatan.
Wilayah yang terdampak paling parah mencakup negara-negara di Karibia, Amerika Tengah dan Selatan, kawasan Pasifik, Asia Tenggara, serta Afrika sub-Sahara.
Meski begitu, peneliti belum secara spesifik mengukur dampak kesehatan yang dirasakan para ibu hamil di wilayah tersebut akibat paparan panas ekstrem tersebut.
Paparan suhu tinggi selama kehamilan sebelumnya telah dikaitkan dengan berbagai kondisi serius seperti kelahiran prematur, bayi lahir mati, cacat lahir, hingga diabetes gestasional.
Ana Bonell, peneliti dari London School of Hygiene and Tropical Medicine yang meneliti kaitan antara panas ekstrem dan kesehatan ibu, mengatakan, temuan laporan ini menguatkan kekhawatiran komunitas medis.
Baca juga: Para Pemimpin G20 Bahas Iklim, Pajak, dan Kembalinya Trump
“Laporan tersebut memberikan bukti yang jelas tentang meningkatnya risiko paparan terhadap panas ekstrem,” ujar Bonell, yang tidak terlibat langsung dalam penyusunan laporan, kepada AFP.
Ia menambahkan, risiko ini tidak hanya berlaku untuk ibu hamil, tetapi juga kelompok rentan lainnya seperti orang tua lanjut usia.
Namun, Bonell menyebut masih banyak yang belum diketahui mengenai bagaimana panas ekstrem secara fisiologis memengaruhi tubuh manusia, khususnya pada masa kehamilan.
Sebuah studi besar yang dipublikasikan di jurnal Nature Medicine pada 2024 memperkirakan bahwa gelombang panas meningkatkan kemungkinan terjadinya komplikasi selama kehamilan hingga 1,25 kali lipat.
Menanggapi meningkatnya ancaman ini, para ahli menyerukan perlunya kebijakan lokal yang bisa membantu masyarakat beradaptasi dengan panas ekstrem, selain upaya global mengurangi emisi gas rumah kaca.
“Ini termasuk menghijaukan lingkungan sekitar, membatasi polusi, menciptakan area sejuk, dan memberi tahu warga tentang risikonya,” kata Lucie Adelaide, seorang ahli epidemiologi dari Perancis.
Ia juga menekankan pentingnya memasukkan informasi khusus mengenai risiko gelombang panas terhadap ibu hamil dalam kampanye kesehatan publik.
Baca juga: Krisis Iklim Berdampak pada Ketidaksetaraan Gender
“Saat ini, peringatan untuk kelompok ini masih sangat jarang disebutkan,” kata Adelaide dalam pernyataan tertulis yang menyertai laporan tersebut.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini