HANOI, KOMPAS.com – Pemerintah Vietnam resmi mencabut kebijakan lama yang membatasi jumlah anak maksimal dua per keluarga, seiring kekhawatiran terhadap angka kelahiran yang terus menurun dalam beberapa tahun terakhir.
Langkah ini menandai berakhirnya aturan yang telah diberlakukan sejak 1988. Mulai kini, keputusan soal jumlah anak diserahkan sepenuhnya kepada masing-masing pasangan, demikian dilaporkan kantor berita Vietnam News Agency, Rabu (4/6/2025).
Dalam tiga tahun terakhir, angka kelahiran di negara tersebut menurun drastis. Kementerian Kesehatan Vietnam mencatat tingkat fertilitas nasional pada 2024 turun menjadi 1,91 anak per perempuan, jauh di bawah angka pengganti populasi sebesar 2,1.
Baca juga: Angka Kelahiran di Jepang Sentuh Rekor Terendah pada 2024
Tren penurunan ini paling terlihat di kawasan perkotaan dan wilayah yang lebih berkembang secara ekonomi seperti Hanoi dan Ho Chi Minh City, di mana biaya hidup terus meningkat.
Meskipun pembatasan jumlah anak telah dicabut, sebagian warga mengaku perubahan kebijakan tidak serta-merta mengubah rencana hidup mereka.
“Walaupun saya orang Asia, dan norma sosial menuntut perempuan untuk menikah dan punya anak, tapi biaya membesarkan anak terlalu mahal,” kata Tran Minh Huong, seorang pegawai kantoran berusia 22 tahun, kepada AFP.
Sementara itu, Hoang Thi Oanh, seorang ibu berusia 45 tahun yang memiliki tiga anak, menyambut baik keputusan pemerintah, namun tetap realistis soal tantangan membesarkan anak di era sekarang.
“Bagus akhirnya larangan itu dicabut,” ujarnya.
“Tapi membesarkan lebih dari dua anak saat ini sangat sulit dan mahal. Hanya pasangan yang berani atau yang mampu secara finansial yang bisa melakukannya,” imbuh Oanh.
Menurut Oanh, jika pemerintah benar-benar ingin mendorong kelahiran, solusinya mungkin harus memberi insentif.
“Saya pikir mereka perlu memberikan bantuan agar orang mau punya lebih dari dua anak,” tambahnya.
Sebelumnnya, Pemerintah Vietnam telah berupaya melakukan berbagai penyesuaian kebijakan dan kampanye publik, namun hasilnya masih belum signifikan.
Wakil Menteri Kesehatan Nguyen Thi Lien Huong, dalam sebuah konferensi awal tahun ini, menyatakan bahwa tantangan untuk mendorong angka kelahiran semakin sulit.
Penurunan jumlah kelahiran, kata dia, dapat berdampak serius terhadap pembangunan sosial dan ekonomi jangka panjang, termasuk meningkatnya jumlah penduduk lanjut usia dan berkurangnya tenaga kerja produktif.
Baca juga: Naikkan Angka Kelahiran, Korut Disebut Hukum Dokter Aborsi dan Penjual Alat Kontrasepsi
Ia juga mengajak masyarakat untuk mengubah pola pikir, dari sekadar fokus pada pengendalian jumlah anak menjadi cara pandang yang lebih luas soal populasi dan pembangunan.